PRIORITAS, 25/6/25 (Jakarta): Setiap 1 Muharam dalam kalender Hijriah, atau dikenal pula sebagai Tahun Baru Islam, merupakan merupakan momen penting yang diperingati secara luas oleh umat Islam di Indonesia.
Nah, berbeda dengan perayaan Tahun Baru Masehi yang identik dengan pesta kembang api dan euforia, Tahun Baru Islam justru lebih sarat dengan makna religius, refleksi spiritual, serta berbagai tradisi budaya lokal yang kaya nilai-nilai luhur.
Perpaduan Islam Nusantara dengan kearifan lokal
Diketahui, setiap daerah di Indonesia memiliki cara unik dalam memperingati Tahun Baru Islam, yang rata-rata mencerminkan perpaduan antara warisan Islam Nusantara dan kearifan lokal. Tradisi-tradisi tersebut menjadi bukti Tahun Baru Islam tidak hanya sebagai momen keagamaan, tetapi juga bagian dari ekspresi budaya yang hidup dalam masyarakat.
Selanjutnya, berikut ini deretan tradisi Tahun Baru Islam yang ada di Indonesia.\
Deretan tradisi Tahun Baru Islam
1. Malam 1 Suro dan tradisi kejawen di Pulau Jawa
Dalam sejarahanya di tanah Jawa, Tahun Baru Islam sering kali diperingati bersamaan dengan 1 Suro dalam kalender Jawa. Masyarakat memaknainya sebagai malam yang sakral untuk melakukan introspeksi diri dan pensucian jiwa.
Seperti misalnya di Yogyakarta, tradisi Mubeng Beteng dilaksanakan dengan berjalan kaki mengelilingi Benteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tanpa berbicara. Ritual ini menggambarkan ketenangan, ketundukan, serta keinginan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Sedangkan di Solo, digelar Kirab Kebo Bule, yaitu arak-arakan kerbau putih yang dianggap sebagai hewan keramat. Prosesi ini diiringi pusaka-pusaka keraton sebagai upaya melestarikan nilai-nilai spiritual dan kebudayaan warisan leluhur.
2. Pawai obor sebagai simbol cahaya Hijriah
Lalu, salah satu bentuk perayaan Tahun Baru Islam yang paling umum ditemukan di berbagai daerah ialah pawai obor. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa dengan membawa obor sambil melantunkan selawat nabi atau ayat-ayat suci Al-Qur’an sepanjang jalan.
Diketahui, makna dari pawai obor ini ialah simbolisasi hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, sebagai cahaya dan harapan baru menuju kehidupan yang lebih baik, lebih taat, dan lebih bermakna secara spiritual.
3. Makan bubur suro dan bubur asyura
Ada berbagai wilayah seperti Jawa Barat, Madura, dan Kalimantan, peringatan Tahun Baru Islam juga diwujudkan dalam bentuk tradisi kuliner yang penuh makna simbolis. Di Madura, dikenal bubur suro atau tajin sora, bubur merah putih yang menjadi lambang darah dan kesucian dari pengorbanan Imam Husain pada peristiwa Asyura (10 Muharam).
Kemudian di Kalimantan, terdapat tradisi membuat bubur asyura sebagai sarana berbagi rezeki dan mempererat solidaritas sosial. Bubur ini biasanya dimasak bersama oleh masyarakat lalu dibagikan kepada tetangga dan kaum duafa.
4. Ledhug Suro di Magetan
Ada yang unik juga di Magetan, Jawa Timur. Dimana, masyarakat menyambut Tahun Baru Islam dan Tahun Baru Jawa dengan menggelar Ledhug Suro, yakni pertunjukan tabuhan musik tradisional dari lesung, kentongan, gong, dan alat musik lainnya.
Disebutkan, perpaduan bunyi tersebut menciptakan irama yang khas dan menggugah semangat spiritual serta kebersamaan antarwarga. Tradisi ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga bagian dari penguatan identitas budaya lokal.
5. Tabot atau Tabuik
Selanjutnya di Sumatera Barat dan Bengkulu, dikenal upacara Tabot (di Bengkulu) atau Tabuik (di Pariaman), yang merupakan tradisi peringatan gugurnya Imam Husain di Padang Karbala.
Disebutkan, upacara ini berlangsung selama 10 hari, ditutup dengan prosesi pembuangan tabuik (peti simbolik) ke laut sebagai lambang pelepasan duka. Selain menjadi bentuk penghormatan terhadap tokoh penting dalam sejarah Islam, Tabot juga menjadi atraksi budaya yang menarik perhatian wisatawan lokal dan mancanegara.
6. Sedekah gunung dan nganggung
Sementara itu di Bangka Belitung, masyarakat Melayu menggelar tradisi Nganggung, yaitu membawa hidangan secara kolektif untuk dinikmati bersama di masjid atau balai pertemuan. Kegiatan ini mencerminkan semangat kebersamaan dan berbagi rezeki.
Sedangkan di Selo, Boyolali (Jawa Tengah), terdapat sedekah Gunung Merapi, yaitu prosesi melarung kepala kerbau ke lereng gunung sebagai bentuk rasa syukur kepada alam atas berkah dan perlindungan yang diberikan.
Ya, Tahun Baru Islam bukan sekadar pergantian kalender, tetapi momentum sakral yang menyatukan aspek keagamaan, budaya, dan sosial. Di tengah modernitas yang terus berkembang, tradisi-tradisi lokal dalam menyambut Tahun Baru Islam tetap menjadi penyangga identitas nasional dan kekayaan budaya yang perlu terus dilestarikan.
Adapun dengan memperingati Tahun Baru Islam secara penuh makna, umat Islam di Indonesia tidak hanya mengenang sejarah hijrah Nabi Muhammad SAW, tetapi juga memperkuat jati diri, mempererat persaudaraan, dan memperkaya budaya. (P-*r/Bst/jr)
