Jakarta, 26/4/21 (SOLUSSInews.com) – Dalam laporan terbarunya, pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal membukukan realisasi investasi sebesar Rp219,7 triliun pada triwulan I 2021, naik 2,3 persen (QoQ) dan 4,3 persen (YoY).
Dilaporkan, dari realisasi investasi tersebut, untuk realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp108,0 triliun, sementara realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp111,7 triliun.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan, Singapura yang merupakan negara hub bagi investor asing, masih menjadi negara asal terbesar realisasi investasi PMA yaitu US$2,6 miliar. Selanjutnya ialah Tiongkok US$1,0 miliar, Korea Selatan US$900 juta, Hongkong US$800 juta, dan pendatang baru di lima besar yaitu Swiss sebesar US$500 juta.
“Untuk Korea Selatan, biasanya nomor lima atau enam, kali ini di nomor tiga menggeser Hong Kong. Ini salah satunya terkait investasi Hyundai di Indonesia. Untuk Swiss di nomor lima, ini sebelumnya tidak pernah terjadi. Kalau saya baca data sejak pascareformasi, tidak pernah Swiss masuk lima besar,” kata Bahlil Lahadalia dalam pemaparan realisasi investasi triwulan I 2021, Senin (26/4/21).
Bahlil mengatakan, Hyundai memiliki nilai investasi sebesar sebesar US$1,5 miliar atau sekitar Rp21 triliun. Bahkan realisasi tersebut sudah tercapai Rp13-14 triliun dan ini menunjukkan kinerja perusahaan Korea yang baik.
Bahlil merinci, investasi dari negara Swiss pada triwulan I 2021 masuk ke sektor makanan dan minuman, kehutanan, perdagangan dan reparasi, perikanan, dan industri lainnya.
“Industri makanan yang paling besar, sebesar US$446,2 juta. Ini saya pikir mulai bergairah, dan harapannya bisa memengaruhi persepsi dunia, khususnya Eropa lewat Swiss dan Belanda,” kata Bahlil.
Negara yang terlempar dari posisi lima besar ialah Jepang. Posisinya ada di urutan ke-7 dengan investasi US$322,7 juta di bawah Amerika Serikat yang ada di urutan ke-6 sebesar US$447,1 juta.
Disebut Bahlil, hal ini menggambarkan kepercayaan Investor dunia kepada Indonesia semakin merata.
“Indonesia dalam melayani investasi tidak ada membeda-bedakan negara A, B, C. Kita menganut asas politik ekonomi bebas aktif. Artinya semua orang dan semua negara punya kesempatan yang sama. Kebetulan kali ini Korea Selatan dan Swiss daya dorongnya lebih paten, jadi hati-hati juga, bukan berarti yang selama ini ada di lima besar akan itu-itu saja. Ini dinamis dan juga mencerminkan trust investor dunia kepada Indonesia sudah mulai merata,” kata Bahlil Lahadalia. (S-BS/jr)