Melbourne, 16/4/20 (SOLUSSInews.com) – Di tahun 2007-2009, Australia bisa menghindari resesi. Juga lolos dari akibat terparah krisis finansial 1997-1998.
Namun, keajaiban ekonomi Australia sekarang tinggallah legenda.
Bencana kebakaran lahan yang meluas sebelum ini telah membuat perekonomian Australia terhuyung, dan akhirnya datangnya wabah virus corona membuatnya roboh seketika.
Hanya dalam tempo sepekan, sekitar satu juta warga Australia kehilangan pekerjaan.
Terbesar dalam sejarah
Tak lama setelah itu, pemerintah menganggarkan bantuan A$130 miliar (Rp1.280 triliun) agar enam juta warganya, atau sekitar setengah dari angkatan kerja, tetap bekerja.
Itu merupakan paket ekonomi terbesar dalam sejarah negara tersebut.
Sejauh ini, bantuan langsung pemerintah untuk dunia usaha di saat pandemik sudah mendekati A$200 miliar, atau sekitar 10 persen pendapatan nasional. Pengeluaran sebesar ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
Berdasarkan siklus iklim Australia, musim dingin segera datang. Paket bantuan skala besar untuk mempertahankan pekerjaan rakyatnya dimaksudkan agar perekeonomian negara itu bisa “berhibernasi” — aktivitas ekonomi tidur, sementara negara berperang melawan krisis Covid-19.
Ketika pertempuran ini berakhir nantinya, perusahaan-perusahaan dan karyawan mereka bisa beraksi kembali, teorinya begitu.
“Ini mirip skema yang diterapkan di Inggris, diharapkan perusahaan dan karyawan mereka tetap berkomunikasi, sehingga pemulihan [hubungan kerja] bisa dilakukan relatif cepat jika kondisi normal telah kembali. Ini bisa sedikit mengurangi beban tunjangan kesejahteraan,” jelas Dr Andrew Grant dari jurusan keuangan University of Sydney.
Antrean panjang mengular
Australia hampir tidak pernah mengalami masalah terjadinya pengangguran skala besar. Namun, itulah yang terjadi sekarang.
Antrean panjang mengular di depan kantor-kantor badan jaminan kesejahteraan pemerintah, Centrelink, di mana warga berbondong-bondong untuk mendapatkan tunjangan kehilangan pekerjaan atau bantuan usaha UMKM.
Di Brookvale, kota pinggiran Sydney, antrean itu memanjang hingga satu blok.
“Ini pertama kalinya saya mendatangi kantor Centrelink, mengerikan,” kata warga setempat, Chris Dawson.
“Usia saya hampir 60 tahun dan seumur hidup belum pernah saya menganggur,” ucap perempuan tersebut.
“Saya merasa hancur. Ada empat orang dewasa di keluarga kami dan sampai pekan ini tiga dari kami menganggur,” tambahnya.
Hanya sedikit sektor bisnis yang tidak kehilangan karyawan dalam wabah ini.
Sejumlah supermarket merekrut ribuan staf baru karena meningkatnya permintaan.
Penjualan minuman beralkohol juga meningkat. “Kurva minum per hari tampaknya meningkat secara eksponensial,” seloroh satu orang.
Berdasar prediksi UBS Asset Management, Australia akan mengalami defisit A$300 miliar, setara 16 persen pendapatan nasional.
Tahun paling berat
Pandemik virus corona seperti menghentikan globalisasi, karena sebagian besar negara di dunia menutup diri dan membatasi perjalanan.
Di sinilah Australia merasakan pukulan lebih keras dibandingkan negara-negara lain. Pasalnya, dua komoditas utama Australia ialah pariwisata dan pendidikan.
Negara berpenduduk 25,6 juta jiwa itu masih bertempur hebat melawan musuh yang tak terlihat dan belum bisa dijinakkan.
“Bagi banyak orang, tua dan muda, 2020 akan menjadi tahun paling berat sepanjang hidup kita,” ujar Perdana Menteri Scott Morrison. Demikian diberitakan BBC, seperti dilansir BeritaSatu.com.
Minta talangan IMF
Sementara itu, dari New York, dilaporkan, dampak ekonomi virus corona atau Covid-19 begitu parah hingga separuh dari negara-negara di seluruh dunia meminta dana talangan kepada International Monetary Fund (IMF). Demikian disampaikan ketua IMF, Kristalina Georgieva kepada CNBC, Rabu (15/4/20).
“Ini adalah keadaan darurat yang unik. Ini tidak disebabkan oleh kesalahan atau kepemimpinan yang buruk. Oleh karena itu, kami menyediakan pendanaan secepatnya,” katanya.
Georgieva mengingatkan para pemimpin negara untuk melakukan hal yang utama. “Tolong gaji para dokter dan suster, pastikan sistem kesehatan berfungsi dan lindungi warga yang rentan dan orang-orang di garis depan,” kata dia.
IMF memperkirakan perekonomian global bakal berkontraksi 3 persen tahun ini, dari proyeksi sebelumnya di awal tahun yaitu pertumbuhan 3,3 persen. Perekonomian bisa tumbuh lagi sebesar 5,8 persen di 2021 jika virus ini bisa diatasi.
Menurut data Worldometers hingga saat ini, lebih dari 2 juta kasus Covid-19 terkonfirmasi di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 130.000 lebih.
Tiga poin antisipasi
Sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Kristalina Georgieva memberikan pernyataan dalam konferensi darurat lewat telepon bersama menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G-20 dalam ‘G20 Ministerial Call on the Coronavirus Emergency’ yang digelar pada 23 Maret 2020 lalu.
Ekonom Bulgaria itu menegaskan tiga poin terkait dengan antisipasi dan solidaritas negara-negara G-20 dalam perang melawan virus corona mengingat banyaknya biaya yang dikeluarkan negara-negara akibat banyaknya jumlah korban secara global.
Dari tiga poin yang disampaikan, salah satunya ialah kepastian IMF siap untuk mengerahkan semua kapasitas pinjaman senilai US$1 triliun.
Pinjaman yang cukup besar yang akan diberikan kepada negara-negara ini termasuk dalam poin ketiga yang disampaikan oleh Georgieva.
Adapun dalam poin ketiga ini, beberapa langkah IMF lain yakni
– Memusatkan pengawasan bilateral dan multilateral pada krisis ini dan mengambil kebijakan untuk meredam dampak ekonomi dari virus corona.
– Meningkatkan dana darurat secara besar-besaran, di mana hampir 80 negara meminta bantuan, dan IMF bekerjasama dengan lembaga keuangan internasional lainnya untuk memberikan tanggapan terkoordinasi yang kuat.
– IMF mengisi kembali dana bencana dalam Catastrophe Containment and Relief Trust untuk membantu negara-negara termiskin. “Kami menyambut komitmen yang sudah dibuat dan meminta lembaga lain bergabung,” kata Georgieva.
– IMF sedang mencari opsi lain yang tersedia. Beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah telah meminta IMF untuk membuat alokasi SDR (special drawing rights) atau hak penarikan khusus, seperti yang dilakukan selama krisis keuangan global. Kami juga sedang menjajaki opsi ini dengan keanggotaan kami,” katanya. SDR adalah aset cadangan mata uang asing pelengkap yang ditetapkan dan dikelola oleh IMF.
– Bank-bank sentral utama telah memulai jalur pertukaran bilateral dengan negara-negara berkembang. IMF menegaskan, ketika krisis likuiditas global berlangsung, IMF membutuhkan anggota untuk menyediakan jalur swap tambahan.
“Sekali lagi, kami akan menjajaki dengan Dewan Eksekutif dan keanggotaan proposal yang mungkin yang akan membantu memfasilitasi jaringan swap yang lebih luas, termasuk melalui fasilitas tipe swap-IMF,” kata Georgieva.
Sementara itu, dua poin lain yang disampaikan oleh Georgieva ialah, pertama, prospek pertumbuhan global untuk 2020 itu negatif.
Disebutnya, resesi setidaknya sama buruknya dengan krisis keuangan global yang pernah terjadi atau lebih buruk. Tetapi pihaknya mengharapkan ekonomi bisa pulih pada 2021.
Untuk sampai ke sana, katanya, sangat penting untuk memprioritaskan penahanan dan memperkuat sistem kesehatan di mana-mana. Dampak ekonomi akan parah, tetapi semakin cepat virus berhenti, semakin cepat dan kuat pemulihannya.
“Kami sangat mendukung tindakan fiskal luar biasa yang telah dilakukan banyak negara untuk meningkatkan sistem kesehatan dan melindungi pekerja dan perusahaan yang terkena dampak. Kami menyambut baik langkah bank sentral utama untuk melonggarkan kebijakan moneter. Upaya yang berani ini tidak hanya untuk kepentingan masing-masing negara, tetapi juga untuk ekonomi global secara keseluruhan. Bahkan lebih banyak akan dibutuhkan, terutama di bidang fiskal.”
Kedua, perekonomian negara maju umumnya dalam posisi yang lebih baik untuk merespons krisis akibat virus corona ini, tetapi banyak negara berkembang (emerging market) dan negara berpenghasilan rendah menghadapi tantangan yang signifikan.
Mereka sangat terpengaruh oleh aliran modal keluar, dan aktivitas domestik akan sangat terpengaruh ketika negara-negara menanggapi epidemi corona.
IMF mencatat, investor asing sudah keluar dari pasar negara berkembang mencapai US$ 83 miliar sejak awal krisis corona, dan ini aliran modal keluar terbesar yang pernah tercatat.
“Kami khususnya prihatin dengan negara-negara berpenghasilan rendah dalam kesulitan utang – suatu masalah yang kami kerjakan erat dengan Bank Dunia,” tegas CEO World Bank periode January 2017 hingga September 2019 ini.
“Ini adalah keadaan luar biasa. Banyak negara sudah mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kami di IMF, bekerja dengan semua negara anggota kami, akan melakukan hal yang sama. Mari kita berdiri bersama melalui keadaan darurat ini untuk mendukung semua orang di seluruh dunia,” tegas penerima European of the Year 2010 ini. (S-BBC/CNBC/BS/jr)