26.7 C
Jakarta
Saturday, November 9, 2024

    OJK: Sebanyak 5,92 juta Debitur berpotensi ajukan restrukturisasi Rp1.112,59 T

    Terkait

    Jakarta, 6/5/20 (SOLUSSInews.com) – Diyakini, jumlah debitur yang akan mengajukan restrukturisasi masih akan terus bertambah, seiring kurang baiknya data laporan perekonomian Indonesia akibat dampak pandemi Covid-19.

    Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga 2 Mei 2020 sebanyak 74 bank telah melakukan restrukturisasi kredit dengan nilai Rp270,21 triliun yang berasal dari 1,019 juta debitur. Jumlah ini termasuk restrukturisasi kredit UMKM sebesar Rp99,36 triliun dari 819.923 debitur dan non-UMKM Rp107,85 triliun dari 199.411 debitur.

    OJK mencatat dari 110 jumlah perbankan, 101 bank telah menyampaikan potensi restrukturisasi, 74 implementasi restrukturisasi, dan 27 belum.

    Lal7, dari 101 bank yang menyampaikan potensi restrukturisasi tersebut, diprediksi senilai Rp1.112,59 triliun berasal dari 5,92 juta debitur. Di mana, mayoritas berasal dari debitur di kalangan UMKM sebanyak 4,075 juta senilai Rp405,32 triliun, sementara sisanya dari debitur non UMKM.

    Respon perbankan cukup bagus

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Heru Kristiyana mengungkapkan, respon perbankan dari waktu ke waktu sudah cukup bagus mengenai kebijakan untuk restrukturisasi yang tertuang dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Di mana, dampak restrukturisasi akan mengganggu arus kas perbankan dan itu mempengaruhi rasio likuiditas (liquidity coverage ratio/LCR).

    Meski demikian, LCR dan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) di saat ini posisinya masih relatif memadai, masing-masing di 212,30 persen dan 21,77 persen.

    “Yang masih mampu lakukanlah kewajibannya kepada bank dengan baik. Supaya sharing pain dalam Covid-19 ini. Sehingga, restrukturisasi bisa berjalan dan bank memberikan pelayanannya dengan baik ke nasabahnya,” ujarnya dalam Diskusi Zooming with Primus dengan topik “Jurus Perbankan Hadapi Corona”, Selasa (5/5/20).

    Namun, diakuinya tekanan resiko kredit (non performing loan/NPL) pada bulan ini dan kedepannya akan terus meningkat. Meski disebutnya masih moderat pada posisi saat ini yakni di 2,77 oersen. “Dampak Covid ke semua sektor, yang terutama besar dampaknya ke transportasi dan pariwisata, lalu ekspor impor, menyusul komoditas, batubara, CPO sudah mulai turun. Kalau tidak diperhatikan dampak ke NPL besar,” kata Heru.

    Padahal aset, DPK, dan kredit terus bertumbuh pada mini krisis 2015 dan melambat pada saat perang dagang dan awal pandemi Covid-19. Alhasil, bank-bank juga makin selektif dalam penyaluran kredit di tengah persepsi tingginya resiko kredit seiring dampak pandemi Covid-19.

    Syarat debitur mendapatkan relaksasi 

    Perlu diketahui, kebijakan untuk restrukturisasi ini tertuang dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical.

    Adapun syarat bagi debitur untuk bisa mendapatkan relaksasi penundaan pembayaran cicilan kredit ialah:

    Pertama, yakni bagi debitur yang terkena dampak Covid-19 dengan nilai kredit/leasing di bawah Rp10 miliar, untuk antara lain pekerja informal, berpenghasilan harian, usaha mikro dan usaha kecil (Kredit UMKM dan KUR).

    Kedua, keringanan dapat diberikan dalam periode waktu maksimum satu tahun dalam bentuk penyesuaian pembayaran cicilan pokok/bunga, perpanjangan waktu atau hal lain yang ditetapkan oleh bank/leasing.

    Ketiga, mengajukan kepada bank/leasing dengan menyampaikan permohonan melalui saluran komunikasi bank/leasing.

    Keempat, jika dilakukan secara kolektif misalkan melalui perusahaan, direksi wajib memvalidasi data yang diberikan kepada bank/leasing. (S-BS/jr)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -

    Terkini