Presiden Prancis Emmanuel Macron. Foto:AP/Afp
PRIORITAS, 29/11/24 (Paris): Untuk pertama kalinya, PrancisĀ mengakui pembantaian tentara Afrika Barat oleh pasukan Angkatan Darat Prancis pada tahun 1944. Hal itu tertulis dalam sebuah surat yang ditujukan kepada otoritas Senegal. Demikian diungkapkan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Kamis (28/11/24).
Langkah Macron, pada malam peringatan 80 tahun pembunuhan Perang Dunia II di Thiaroyesebuah desa nelayan di pinggiran ibu kota Senegal, Dakar, terjadi ketika pengaruh Prancis menurun di wilayah tersebut. Prancis kini kehilangan pengaruhnya di bekas koloni Prancis di Afrika Barat.
Sebanyak 400 tentara Afrika Barat bertempur untuk pasukan Angkatan Darat Prancis pada tahun 1940 di masa Perang Dunia II. Tentara Afrika Barat ini kemudian tewas dibunuh pasukan Angkatan Darat Prancis pada tanggal 1 Desember 1944.
Barat ini sebagai pemberontakan karena upah yang belum dibayar. Orang-orang Afrika Barat tersebut adalah anggota unit yang disebut Tirailleurs Senegalais, korps infanteri kolonial di Angkatan Darat Prancis.
Menurut para sejarawan dalam peristiwa pembantaian tentara Afrika Barat ini, terjadi perselisihan mengenai upah yang belum dibayarkan pada hari-hari sebelum pembantaian terjadi.
Kemudian pada tanggal 1 Desember 1944, pasukan Prancis mengumpulkan tentara Afrika Barat, yang sebagian besar tidak bersenjata, dan menembaki mereka hingga tewas.
āPenting juga untuk menetapkan, sejauh mungkin, penyebab dan fakta yang menyebabkan tragedi ini,ā Macron menambahkan.
āSaya telah meminta layanan tim saya untuk memberi tahu saya tentang kemajuan pekerjaan komite pemulihan fakta, yang telah diputuskan untuk dibentuk oleh pemerintah Anda, di bawah arahan Profesor Mamadou Diouf, yang keunggulan dan kualitasnya diakui oleh semua orang,ā lanjutnya.
Presiden Senegal Bassirou Diomaye Faye mengatakan bahwa ia menerima surat tersebut, yang dilihat oleh The Associated Pres.
Berbicara kepada wartawan pada Kamis (28/11/24) malam, Faye mengatakan langkah Macron mengakui pembantaian tentara Afrika Barat seharusnya membuka pintu sehingga seluruh kebenaran tentang peristiwa menyakitkan Thiaroye ini akhirnya dapat terungkap.
āKami telah lama mencari penyelesaian atas cerita ini dan kami percaya bahwa, kali ini, komitmen Prancis akan penuh, jujur, dan kolaboratif,ā tambahnya.
āPrancis harus mengakui bahwa pada hari itu, konfrontasi antara tentara dan penembak yang menuntut upah sah mereka dibayarkan secara penuh, memicu serangkaian peristiwa yang mengakibatkan pembantaian,ā demikian isi bunyi surat Macron.
Prancis masih memiliki sekitar 350 tentara di bekas koloninya tersebut. Ketika ditanya tentang kehadiran pasukan Prancis, Faye menyinggung bahwa itu bukan sesuatu yang diinginkan oleh Senegal.
“Secara historis, Prancis memperbudak, menjajah, dan tinggal di sini,” katanya seperti dilansir Beritasatu.com.
“Tentu saja, saya pikir ketika Anda sedikit membalik peran, Anda akan kesulitan membayangkan bahwa tentara lain, China, Rusia, Senegal, atau negara lain mana pun dapat memiliki pangkalan militer di Prancis,ā jelas Faye mengomentari pembantaian tentara Afrika Barat. (P-wr)