Tonton Youtube BP

Putusan MK tentang polisi aktif di jabatan struktural ASN perlu ditata ulang

Herling Tumbel
19 Nov 2025 18:06
2 minutes reading

PRIORITAS, 19/11/25 (Jakarta):  Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dr. Soni Sumarsono, meminta agar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang polisi aktif menduduki jabatan struktural Aparatur Sipil Negara (ASN) disikapi secara bijak. Menurutnya, perlu ada penataan ulang jabatan yang ditempati polisi aktif melalui Peraturan Presiden (Perpres).

Melalui pesan WhatsApp kepada Beritaprioritas pada Rabu (19/11/25), Soni Sumarsono menjelaskan, hanya jabatan struktural tertentu yang terkait langsung dengan tugas pokok kepolisian yang seharusnya masih bisa diisi oleh polisi aktif. Penempatan ini pun harus melalui penugasan Kapolri.

“Contohnya, pejabat struktural di BNN, BNPT, dan lain-lain. Jabatan mana yang boleh ditempati polisi perlu ditetapkan secara selektif berdasarkan Peraturan Presiden,” ujar mantan pejabat Gubernur DKI Jakarta itu.

Soni Sumarsono menegaskan, polisi aktif yang sudah menduduki jabatan struktural non-kepolisian harus ditarik kembali atau pensiun. Ia mencontohkan jabatan seperti Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI dan Sekjen Kemendagri yang tidak seharusnya diisi oleh polisi.

“Penempatan polisi aktif di jabatan struktural ASN hanya menyebabkan demoralisasi dan hambatan laju karier bagi para pejabat struktural PNS yang sudah lama mengantri,” tegas Soni. Ia menyebut putusan MK ini akan berdampak pada sekitar 300 petinggi Polri yang tersebar di berbagai jabatan.

Hanya jabatan Eselon 1

Dalam pandangan mantan Penjabat Gubernur Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan itu, jabatan struktural sipil yang dapat ditempati polisi sebaiknya dibatasi hanya untuk eselon 1 atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya saja.

Menanggapi pernyataan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Supratman Agtas, yang menyebut putusan MK tidak berlaku surut, Soni Sumarsono berpendapat perlu ada penyesuaian dengan Perpres yang akan dibuat.

“Yang sudah terlanjur ya ditata ulang disesuaikan dengan aturan yang baru. Misal Sekjen DPD-RI dijabat oleh polisi, apa hubungannya? Nah, bila di Perpresnya nanti tidak termasuk, konsekuensinya, harus tetap ditarik. Istilah terlanjur menjadi tidak logis,” jelas Soni. (P-Elkana Lengkong)

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Video Viral

Terdaftar di Dewan Pers

x
x