Warga korban gempa Myanmar beristirahat di dekat bangunan yang rusak di Kota Mandalay, Myanmar tengah, Minggu (30/3/25). (AP)
PRIORITAS, 30/3/25 (Mandalay): Gempa dahsyat di Myanmar disebut-sebut sebagai yang sangat mematikan di era ini. Korban dikhabarkan terus bertambah. Dan warga dilaporkan terus menyisir bangunan yang runtuh pada Minggu (30/3/25). Mereka mencari korban selamat saat gempa susulan mengguncang kota Mandalay yang hancur. Dua hari sebelumnya, gempa Myanmar menewaskan lebih dari 1.700 orang di negara itu dan sedikitnya 17 orang di Thailand.
Diketahui, gempa Myanmar dengan magnitudo (M) 7,7 pertama terjadi di dekat kota Mandalay, pada Jumat (28/3/25) sore, disusul gempa susulan M 6,7 hanya beberapa menit kemudian. Gempa dahsyat ini menyebabkan bangunan runtuh, jembatan ambruk, dan jalan rusak parah.
Dikhabarkan, kota Mandalay, yang berpenduduk lebih dari 1,7 juta orang, mengalami kerusakan besar.
Menyusuri reruntuhan
Dari pantauan di lapangan, ada seorang pemilik kedai teh, Win Lwin, berjalan di antara puing-puing restorannya yang runtuh di jalan utama lingkungan tempat tinggalnya pada Minggu pagi, sambil menyingkirkan batu bata satu per satu.
“Sekitar tujuh orang meninggal di sini saat gempa terjadi,” ujarnya kepada AFP.
“Saya mencari lebih banyak jenazah, tetapi saya tahu tidak ada yang selamat. Kami tidak tahu jumlah pasti korban, tetapi kami tetap mencarinya,” tuturnya.
Lantas, sekitar satu jam kemudian, gempa susulan kecil kembali terjadi, membuat orang-orang panik dan berlarian keluar dari hotel untuk mencari tempat aman. Pada pukul 14.00 waktu setempat, gempa susulan M 5,1 yang tercatat oleh Survei Geologi AS (USGS) kembali mengguncang, menghentikan sementara proses penyelamatan.
Sementara di malam sebelumnya, tim penyelamat berhasil mengevakuasi seorang wanita hidup-hidup dari reruntuhan gedung apartemen yang runtuh. Tepuk tangan bergema saat ia dibawa dengan tandu menuju ambulans.
Korvan tewas capai sekitar 1.700
Informasi dari Junta Militer yang berkuasa di Myanmar menyatakan pada Minggu sore, jumlah korban tewas telah mencapai sekitar 1.700 orang, dengan 3.400 orang terluka dan sekitar 300 lainnya masih hilang. Namun, skala sebenarnya dari bencana ini masih belum jelas, mengingat Myanmar merupakan negara yang terisolasi dan berada di bawah pemerintahan militer. Jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah.
Di sebuah ruang ujian Buddha yang hancur di Mandalay, tim penyelamat asal China bekerja keras untuk menemukan korban yang masih tertimbun reruntuhan. Seorang koordinator di lokasi menyebutkan, lebih dari 180 biksu sedang mengikuti ujian saat gempa terjadi dan merobohkan seluruh bagian bangunan.
Disebutkan, sejauh ini, 21 orang berhasil diselamatkan, sementara 13 jenazah ditemukan. Namun, sedikitnya dua orang lagi diyakini masih hidup di bawah reruntuhan.
Sementara itu, San Nwe Aye, saudara perempuan seorang biksu berusia 46 tahun dan hilang di aula yang runtuh, terlihat sangat cemas. “Saya ingin mendengar suaranya berkhotbah lagi,” katanya.
“Seluruh desa menghormatinya,” lanjutnya.
Permohonan vantuan internasional
Terkait gempa dahsyat ini, pemimpin junta Min Aung Hlaing mengeluarkan permohonan bantuan internasional yang jarang terjadi pada Jumat lalu, menandakan betapa parahnya bencana ini. Sebelumnya, pemerintahan militer Myanmar kerap menolak bantuan asing, bahkan setelah bencana besar melanda.
Diketahui, Myanmar telah dilanda perang saudara selama empat tahun sejak kudeta militer pada 2021. Kelompok anti-junta di negara itu mengumumkan gencatan senjata sebagian selama dua minggu di wilayah yang terkena dampak gempa, menurut pernyataan dari “Pemerintah Persatuan Nasional” yang merupakan pemerintahan bayangan.
Sementara itu, PBB melaporkan, kurangnya peralatan medis menjadi kendala utama dalam respons Myanmar terhadap gempa ini. Organisasi bantuan internasional juga memperingatkan, negara ini tidak siap menghadapi bencana sebesar ini.
Dilaporkan, sebelum gempa Myanmar terjadi, sekitar 3,5 juta orang telah mengungsi akibat perang saudara, dengan banyak di antaranya terancam kelaparan.
Kini, bantuan dan tim penyelamat dari berbagai negara telah berdatangan. Thailand, misalnya, mengirimkan 55 personel militer dan enam anjing pelacak pada Minggu, bersama dengan peralatan seperti derek dan penggali untuk membantu proses penyelamatan korban gempa Myanmar. (P-Selvijn R)