Nelayan Batam menangis ketika tak dapat melaut efek penerapan PP 25/2025. (Istimewa)“Ini Soal Hidup Anak Istri Kami”: Jeritan Nelayan Batam Terjebak Aturan Baru
PRIORITAS, 28/10/2025 (Batam): Sudah dua bulan terakhir, Samsudin, nelayan asal Tanjung Riau, hanya bisa memandang laut dari kejauhan. Perahu kayunya terparkir di tepi pantai, tak lagi berlayar seperti biasa.
“Penangkapan ikan adalah sumber hidup kami. Sekilo dua kilo ikan itu berarti buat makan keluarga,” ucapnya dengan suara bergetar.
Samsudin bersama nelayan lainnya mengaku tak bisa melaut sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2025, yang mengatur peralihan kewenangan perizinan dari Pemerintah Provinsi Kepri ke Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Masalahnya, proses transisi tersebut belum diikuti mekanisme dan sosialisasi yang jelas. Akibatnya, banyak nelayan yang menggantungkan hidup dari laut kini kehilangan penghasilan.
“Sudah sejak September kami mengurus izin, tapi belum bisa keluar. Dua bulan kami tidak bisa turun ke laut,” kata Udin, nelayan lainnya.
Para nelayan berharap pemerintah segera memberi solusi agar mereka bisa kembali melaut dan memulihkan ekonomi keluarga. Meski kecewa, mereka tetap menunjukkan sikap kooperatif.
“Kami siap ikut aturan, tapi tolong dipermudah. Jangan buat kami kelaparan,” ujar Samsudin.
Sementara itu, Jeki, nelayan asal Galang yang juga aktivis advokasi nelayan, menilai PP Nomor 25 dan 28 Tahun 2025 justru membingungkan para nelayan di lapangan. Ia berharap ada langkah cepat dari pemerintah agar tidak terjadi gejolak sosial.
Jika keluhan terus diabaikan, para nelayan mengaku siap menggelar aksi di kantor BP Batam. “Kalau tak ada tanggapan, kami akan turun aksi. Ini bukan soal izin, tapi soal hidup anak istri kami,” pungkas Samsudin. (P-Jeff K)
No Comments