PRIORITAS, 24/6/25 (Jakarta): Aktivis sekaligus putri almarhum Presiden Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid, menyoroti pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangkal terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Alissa menjelaskan, Fadli Zon membantah peristiwa tersebut karena ia tidak mengetahui adanya kasus seperti itu. Namun, ketidaktahuan seseorang tidak membatalkan keberadaan fakta sejarah.
Ia menegaskan, “hanya karena Anda tidak melihatnya, tidak berarti itu tidak pernah terjadi,” lalu mengingatkan agar ketidaktahuan tidak otomatis menjadikan sebuah peristiwa dianggap tidak benar .
Menurut Alissa, pemerintah seharusnya telah mengakui peristiwa kelam tersebut secara formal. Ia merujuk rekomendasi dari Tim Gabungan Pencari Fakta dan Komnas HAM, serta laporan Kemenkopolhukam tentang 12 kejahatan pelanggaran HAM masa lalu di era kedua Presiden Jokowi yang memuat kekerasan seksual Mei 1998.
Disebutkan pula, Gus Dur pernah membantu korban pemerkosaan itu untuk berobat atau mendapatkan pengobatan ke luar negeri. Beberapa diketahui pernah tinggal di Ciganjur sebelum berangkat ke luar negeri.
Alissa berharap Fadli Zon tidak terburu-buru menarik kesimpulan tanpa mempelajari data dan bukti yang lebih lengkap. Ia mengingatkan bahwa klaim penyangkalan seharusnya didasarkan pada verifikasi yang memadai.
Ia juga menolak upaya penulisan ulang sejarah seperti yang diusulkan Fadli Zon. Menurutnya, Jaringan Gusdurian berharap agar narasi sejarah itu tetap bersifat akurat dan tidak direvisi tanpa dasar. (P-*r/Zamir Ambia)