33.6 C
Jakarta
Friday, June 20, 2025

    Inggris dikecam soal kebijakannya mengurangi bantuan kesehatan bagi negara yang paling rentan

    Terkait

    PRIORITAS, 7/1/25 (Jakarta): Inggris mendapat kecaman internasional setelah analisis baru dari Royal College of Nursing (RCN) mengungkapkan, pemerintah Inggris telah mengurangi bantuan kesehatan kepada sejumlah negara yang paling rentan di dunia.

    Sementara itu, di saat yang sama, Inggris terus merekrut ribuan perawat dari negara-negara tersebut untuk memperkuat sistem kesehatan domestik. Temuan yang dirilis pada Senin (6/1/25) menyoroti ketidaksesuaian kebijakan yang dapat merugikan negara-negara berkembang yang tengah berjuang untuk memperbaiki sistem kesehatan mereka.

    Menurut RCN, Inggris telah mengurangi anggaran bantuan kesehatan internasional secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Negara-negara yang paling terdampak termasuk negara-negara berpendapatan rendah di Afrika, Asia, dan Karibia, yang sangat bergantung pada dukungan luar untuk memperkuat layanan kesehatan mereka, khususnya dalam menghadapi tantangan kesehatan global seperti pandemi, stunting, dan penyakit menular.

    RCN menyoroti bahwa kebijakan pengurangan bantuan ini berisiko memperburuk ketimpangan kesehatan global dan memperburuk krisis kesehatan yang sudah ada di banyak negara miskin. Sebagai contoh, negara-negara yang telah mendapatkan dukungan dari Inggris untuk mengatasi HIV/AIDS, tuberkulosis, dan malaria kini menghadapi ancaman serius terhadap kelangsungan program-program vital tersebut.

    Langkah ini disebut sebagai “dua pukulan berat” bagi sistem kesehatan yang sudah rapuh dan sedang berjuang dengan kekurangan tenaga kerja yang parah.

    Antara tahun 2020 dan 2023, bantuan Inggris untuk proyek-proyek terkait kesehatan di negara “daftar merah” yakni negara yang kekurangan tenaga kerja kesehatan paling kritis, terjun bebas hampir 63 persen, turun dari 484 juta poundsterling (607 juta dolar AS atau sekitar Rp9,8 triliun) menjadi 181 juta poundsterling (227 juta dolar AS atau sekitar Rp3,67 triliun).

    Pengeluaran untuk inisiatif yang bertujuan memperkuat tenaga kerja kesehatan di negara-negara tersebut turun bahkan lebih drastis, yaitu 83 persen, dari 24 juta pounsterling (sekitar Rp485,5 miliar) menjadi hanya 4 juta poundsterling (sekitar Rp80,9 miliar).

    Meski terjadi pemotongan itu, jumlah perawat dari negara-negara tersebut yang terdaftar di Inggris Raya meningkat pesat. Pada September 2020, terdapat 11.386 perawat dari negara-negara “daftar merah” terdaftar di Inggris Raya. Pada September 2024, jumlah tersebut melonjak menjadi 32.543, yang mencatatkan peningkatan hampir tiga kali lipat.

    Dilansir Antara, Selasa (7/1/25), pemotongan anggaran ini awalnya diprakarsai oleh pemerintah Konservatif di bawah Boris Johnson, yang mengurangi anggaran bantuan luar negeri dari 0,7 persen dari pendapatan nasional bruto (GNI) menjadi 0,5 persen, yang berarti pengurangan sebesar 4 miliar poundsterling (sekitar Rp80,9 triliun).

    Pada anggaran bulan Oktober, Partai Buruh memilih untuk mempertahankan pengeluaran yang lebih rendah, yang memicu kritik dari para pendukung pembangunan internasional dan profesional kesehatan.

    RCN mendesak pemerintah Partai Buruh untuk membatalkan pemotongan bantuan tersebut, dan fokus untuk meningkatkan penambahan perawat dalam negeri guna mengurangi ketergantungan pada rekrutmen dari luar negeri. (P-bwl)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    Terkini