PRIORITAS, 11/10/25 (Palu): Peristiwa longsor tambang ilegal yang menewaskan satu penambang, membuat Yayasan Advokasi Masyarakat Madani Indonesia (YAMMI) Sulawesi Tengah mendesak aparat penegak hukum menindak tegas pihak di balik aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Peristiwa tragis yang terjadi di lokasi tambang ilegal “Vavolapo” pada Kamis (9/10/25) malam mengakibatkan seorang penambang berinisial HR meninggal dunia setelah tertimbun material longsor saat sedang bekerja.
Direktur Kampanye dan Advokasi YAMMI Sulteng, Africhal Khamane, menilai kejadian ini bukanlah insiden tunggal. “Pola yang sama terulang. Longsor datang tiba-tiba, menimbun para pekerja yang sedang beraktivitas, dan merenggut nyawa begitu cepat,” ujar Africhal Khamane, Jumat (10/10/25), dikutip Beritaprioritas Sabtu (11/10/25).
Ia mengingatkan bahwa Juni 2025 lalu, dua penambang juga tewas dalam peristiwa serupa di lokasi tambang “Kijang 30” Poboya Mantikulore Palu akibat aktivitas PETI di wilayah Poboya sudah menjadi “bom waktu” yang sewaktu-waktu bisa memakan korban jiwa.
Menurutnya, para penambang bekerja dalam kondisi berbahaya tanpa standar keselamatan dan pengawasan memadai. “Tidak ada pengawasan, tidak ada prosedur keselamatan, dan tidak ada jaminan perlindungan bagi para pekerja,” katanya.
Ia menilai, yang lebih memprihatinkan adalah aktivitas tambang ilegal tetap berjalan bebas meski berulang kali menelan korban.“Pertanyaan mendasar adalah, mengapa praktik ilegal yang membahayakan nyawa manusia ini masih dibiarkan? Siapa yang diuntungkan dari bisnis gelap pertambangan ini?” ujarnya dengan nada tegas.
Oleh sebab itu, YAMMI mendesak Polresta Palu, Kejari Palu, dan instansi terkait untuk mengusut tuntas jaringan serta aktor intelektual di balik operasi tambang ilegal Poboya.
“Perlunya tindakan tegas terhadap para pemilik dan pengelola tambang ilegal sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku tambang tanpa izin,” tegas Africhal.
Dia juga meminta agar seluruh lokasi PETI di Poboya ditutup secara permanen dan agar diusut dugaan pembiaran atau keterlibatan oknum aparat yang memungkinkan aktivitas ilegal tersebut terus berlangsung.
Penanganan PETI, kata Africhal, tidak cukup hanya dengan penegakan hukum. Tetapi peran Pemerintah Kota Palu dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah juga diminta menyiapkan langkah komprehensif dengan pemberdayaan ekonomi alternatif bagi warga yang bergantung pada aktivitas tambang ilegal.
“Sebab membiarkan aktivitas berbahaya ini terus berlanjut dengan alasan ekonomi adalah bentuk ketidak berpihakan terhadap keselamatan manusia,” ujarnya. (P-Elkana Lengkong)
No Comments