PRIORITAS, 11/10/24 (Jakarta): Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkapkan, upaya penurunan angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia harus dilakukan hingga ke tingkat paling bawah dalam rangka agar keluar dari middle income trap.
“Bagaimana kita turunkan ICOR itu, soal efisiensi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Bapak Luhut Binsar Pandjaitan kita lakukan digitalisasi, birokrasi dan seterusnya, tetapi derap itu tidak bisa hanya dilakukan di tingkat nasional tapi harus ditingkatkan dan dikerjakan sampai di tingkat yang paling bawah karena derap itu harus dirasakan dan juga mendapatkan respon dari publik,” ujar Suharso dalam acara CEO Forum yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat (11/10/24).
Angka ICOR Indonesia saat ini tinggi di level enam di mana dengan angka tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai lima persen. Apabila angka ICOR Indonesia bisa turun ke level lima, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai enam persen.
ICOR merupakan perbandingan antara pertumbuhan ekonomi dengan investasi yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan tersebut. Dari ICOR tersebut berarti setiap satu persen pertumbuhan PDB, maka Indonesia membutuhkan enam persen kenaikan investasi.
Suharso optimistis bahwa Indonesia bisa lepas dari middle income trap atau jebakan negara pendapatan menengah. Hal ini dikarenakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang lebih kuat secara kuantitatif.
Selain itu, Bappenas juga melakukan analisa dan menjalin kerja sama dengan universitas-universitas terbaik di dunia seperti Harvard untuk melakukan diagnosis pertumbuhan atau diagnostic growth sedemikian rupa apakah Indonesia sudah berjalan pada rel yang benar, dikarenakan Indonesia harus juga melakukan perbandingan dengan negara-negara lain.
Dia mengambil contoh bagaimana China pada tahun depan akan naik kelas menjadi negara dengan pendapatan tertinggi. Saat ini pendapatan per kapita China hampir menyentuh batas ambang negara pendapatan tertinggi 14.000 dolar AS.
“Kita sekarang di angka 5.000 dolar AS maka pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa seperti China pendapatan per kapita hampir menyentuh batas ambang negara pendapatan tertinggi 14.000 dolar AS. Tentu memang secara matematik teknokratik kita bisa hitung tingkat pertumbuhan berapa yang kita inginkan. Apakah kita mampu untuk melakukan itu? Saya berani mengatakan secara diagnostic growth yang kita lakukan, Kita harusnya mampu,” katanya.
Dirinya juga menyoroti banyaknya pekerja yang rata-rata bekerja 20 jam per minggu, namun hanya dibayar sekitar Rp500.000. Menurut dia, idealnya para pekerja harusnya dibayar dengan Rp2.250.000 per minggu dengan durasi jam kerja yang sama.
“Yang 50 juta pekerja, ini saya bulatkan angkanya, itu ke bawah kira-kira kerjanya di bawah 20 jam per minggu dan dibayarnya hanya sekitar Rp500 ribu. Maka pertanyaannya untuk menjawab potensi tadi dan sekaligus menurunkan angka ICOR, serta meningkatkan tingkat produktivitas adalah apakah ada pekerjaan yang 20 jam rata-rata itu naik jadi 30 jam yang diperoleh akan jauh lebih besar atau dibayar 20 jam tapi kualitas pekerjaannya itu membuat mereka di bayar Rp4 juta per minggu akan beda,” kata Suharso dilansir Antara. (*)