PRIORITAS, 16/12/24 (Jakarta): Minyak nilam ternyata merupakan komoditi dari dunia pertanian yang sangat menjanjikan. Produk ini berasal dari nilam, salah satu tanaman yang menghasilkan minyak atsiri (essential oil).
Dalam dunia perdagangan internasional, minyak nilam dikenal dengan sebutan Patchouli Oil. Minyak nilam kerap digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kosmetik, farmasi, dan aroma terapi yang berfungsi sebagai zat pengikat/fixative agent dan farmasi.
Bersumber dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Indonesia merupakan negara produsen utama minyak nilam dunia, menguasai berkisar 95 persen pasar dunia. Sekitar 85 persen ekspor minyak atsiri Indonesia didominasi oleh minyak nilam dengan volume 1.200-1.500 ton/tahun, dan diekspor ke beberapa negara di antaranya Singapura, Amerika Serikat, Spanyol, Perancis, Switzerland, Inggris, dan negara lainnya.
Disebutkan, nilam merupakan salah satu komoditi penghasil minyak atsiri yang terpenting di Indonesia. Minyak nilam menjadi primadona di Indonesia. Di pasaran minyak atsiri dunia, mutu minyak nilam Indonesia dikenal paling baik.
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil dari komoditi perkebunan yang bernilai ekspor tinggi dan telah memberikan devisa bagi Indonesia. Ia memiliki berbagai macam manfaat, di antaranya sebagai wewangian pada kosmetik, produk perawatan tubuh, minyak aromaterapi, dan minyak gosok untuk masuk angin, penghangat badan, karminatif.
Selain itu, minyak nilam dimanfaatkan untuk pengharum ruangan, penolak serangga, antiseptik, dan pestisida hayati. Minyak atsiri yang beredar di pasaran dunia sekitar 70 jenis.
Prospek ekspor cukup besar
Masih dari sumber yang sama, disebutkan, di Indonesia terdapat sekitar 40 jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Sebagian besar minyak atsiri tersebut berasal dari komoditi binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, di antaranya nilam, serai wangi, akar wangi, cengkeh, pala, lada, dan lain sebagainya.
Dijelaskan, prospek ekspor komoditi nilam pada masa yang akan datang masih cukup besar, mengingat tingginya permintaan dunia terhadap minyak nilam. Fungsi minyak nilam adalah sebagai bahan pengikat (fiksator) dalam industri parfum/fragrance, kosmetik, farmasi, dan aromaterapi, yang sampai saat ini belum dapat disubstitusi oleh bahan yang lain.
Beberapa jenis nilam yang banyak dikembangkan di Indonesia di antaranya varietas tapak tuan, varietas sidikalang, varietas lhoksumawe dan varietas Pachoullina 1 dan 2, yang dikembangkan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro).
Saat ini sentra produksi minyak nilam di Indonesia berada di wilayah Sulawesi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo), dan sentra produksi yang berawal dari wilayah Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat) serta beberapa daerah di Jawa. Sebagian besar produksi minyak nilam dari sentra produksi tersebut di ekspor ke negara-negara industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Swiss, Jerman, Belanda, Hongkong, Mesir, dan Arab Saudi.
Salah satu contoh, di provinsi Aceh telah dikembangkan secara home industry untuk pengembangan minyak wangi yang berasal dari minyak nilam dan sudah beredar di pasaran. Hal ini tentunya dapat memotivasi atau mendorong para pekebun nilam di provinsi lainnya, sehingga selain memproduksi nilam, juga dapat mengembangkan produk olahan dari nilam tersebut agar memiliki nilai tambah dan dapat membantu meningkatkan pendapatan petani.
Perencanaan menyeluruh
Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, melihat peran komoditi nilam dan hasil olahannya yang sedemikan besar bagi negara dan petani khususnya. Itu tentunya harus didukung dalam suatu perencanaan yang menyeluruh, terpadu dan sinergis baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Keterlibatan seluruh stake-holder (pemangku kepentingan) yang terkait dengan sistem dan usaha nilam sangat diperlukan, dengan memperhatikan faktor-faktor penting untuk mendapatkan hasil optimal.
- Penggunaan varietas unggul yang tepat disertai dengan teknik budidaya yang baik, pasca panen dan pengolahan bahan yang sesuai, akan menghasilkan produksi minyak yang tinggi.
- Teknologi budidaya dan pascapanen telah tersedia, namun teknologi tersebut belum semuanya diadopsi oleh petani, mengingat proses di dalam pengalihan teknologi kepada petani memerlukan investasi yang cukup tinggi.
- Kebijakan Produksi, dalam rangka menyeimbangkan antara supply (produksi) dan demand (kebutuhan).
- Kebijakan Perluasan, diarahkan ke daerah spesifik lokasi yang diminati pabrik pengelola serta diarahkan pada peningkatan produktivitas dan mutu.
- Kebijakan Teknologi, pengembangan teknologi spesifik lokasi dengan dukungan penelitian yang intensif.
- Kebijakan SDM diarahkan untuk menguasai dan mampu menerapkan teknologi spesifik lokasi tersebut serta mampu mengorganisir diri dalam kelembagaan yang kuat atau koperasi petani, yang menekankan pada penumbuhan kemitraan antara petani produsen dengan pabrik pengolahan. (P-ht)