PRIORITAS, 9/10/25 (Manado): “Saya ditakdirkan Tuhan Yang Maha Kuasa dan diajarkan orang tua untuk tidak jadi pengangguran.” Itulah ungkapan awal tokoh inspiratif kita, Joppie Worek, Sang Jurnalis yang tak pernah berhenti berkarya saat berbincang dengan awak Berita Prioritas, di rumah bisnisnya, di Kolongan, Minahasa Utara.
Kalimat itu bukan sekadar ucapan, melainkan prinsip hidup yang terus dipegang teguh oleh seorang lelaki sederhana yang kini dikenal luas di dunia media dan komunikasi di Sulawesi Utara.
Joppie dalam suasana penuh keakrapan pun berceritera, bahwa sejak duduk di bangku kelas dua SD, ia sudah mengenal kerasnya perjuangan hidup. Di Asrama Brimob PaBaeng-Baeng Makassar, bocah kecil itu berkeliling menjajakan kukis.
Setahun kemudian, saat pindah ke Asrama Brimob yang kini menjadi Mapolda Sulut, ia tak berhenti berdagang. Bersama teman-temannya, ia menjual kukis, ikan masa, dan pisang goreng hasil belanja subuh di Pasar 8.
“Pernah juga jual es mambo di sekolah, bahkan jadi kondektur bemo ‘Ora et Labora’ jurusan Banjer–Pasar 45,” kenangnya sambil tersenyum.
Saat menginjak SMP di Motoling, Minahasa Selatan, jiwa gotong royongnya tumbuh lewat kegiatan mapalus—tradisi kerja sama khas Minahasa. Tak lama kemudian, ketika SMA, hidup kembali menempanya. “Kelas satu SMA saya putus sekolah, jadi kenek truk batu tela, cuci mobil, dan cetak tela di Ranotana Weru,” ujarnya.
Namun semangatnya untuk bangkit tak pernah padam. Ia melanjutkan pendidikan sambil berdagang di Pasar Karombasan—menjual beras, ikan, ayam, dan minyak kelapa. Saat musim panen cengkih tiba, ia berkeliling kampung menjajakan baju klontong sampai ke Motoling, Kroit, hingga Toyopon.
Perjalanan hidupnya semakin menarik ketika kelas tiga SMA, ia mendapat kesempatan menjadi penyiar radio Blue Angel (Samrat) dan Sound of Love (Wawonasa).
“Transportasi waktu itu masih didominasi bendi (dokar), jadi saya jalan kaki dari Ranotana Weru ke Wawonasa jam tiga subuh untuk buka siaran pagi,” katanya, mengenang masa-masa penuh semangat itu.
Setelah lulus, ia menempuh kuliah di Akademi Publisistik di Bumi Beringin, lalu pindah ke STIKOM Malalayang. Di kampus itu, ia dikenal aktif dan dipercaya menjadi Ketua Senat Mahasiswa, bahkan sempat menjadi asisten dosen Mener Sitepu.
“Saya sempat melakukan perpeloncoan kepada para junior, diantaranya Hairil Paputungan dan kawan-kawan lainnya,” ujarnya sembari tertawa kecil.
Karier jurnalistiknya dimulai sejak kuliah, saat bekerja di Mingguan Warta Utara asuhan Lanny Politton dan menulis di Majalah Inovasi Unsrat. Tahun 1987, ia resmi bergabung dengan Harian Manado Post, kemudian melanjutkan perjalanan di Harian SURYA Surabaya sebagai koresponden Sulawesi Utara, dan naik menjadi Asisten Redaksi Indonesia Timur di Surabaya.
Tahun 1998, ia dipercaya bertugas di Jakarta sebagai wartawan sekaligus Wakil Kepala Biro SURYA.
Tak berhenti di situ, ia kembali ke Manado dan ikut membidani lahirnya beberapa media besar, seperti Tribun Timur (Makassar) dan Tribun Manado. Tahun 2006, bersama rekan-rekannya di eks Global News, ia mendirikan Harian Koran Rakyat, di mana ia menjabat sebagai Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi. “Waktu itu kami sering tidur di percetakan di Malalayang,” tuturnya dengan nada bangga.
Selain di dunia media, ia juga sempat berkecimpung di dunia politik dan pemerintahan. Ia menjadi tim sukses dan staf khusus di beberapa periode, termasuk untuk pasangan SHS–FHS, OD–SK, dan JG–KWL. “Bukan soal jabatan, tapi soal pengabdian dan pengalaman,” katanya singkat.
Meski sudah mendirikan beberapa media dan bekerja di banyak tempat, namun semangat kerjanya tak pernah padam. Ia bahkan sempat membuka usaha kafe dan rumah makan di tahun 2022–2023. Kini, di tahun 2025, ia kembali ke akar kehidupannya: menjadi koki, berjualan makanan, dan tetap menulis.
“Sejak kecil saya diajarkan untuk tidak malu bekerja. Tuhan memberkati orang yang berusaha,” ujarnya tulus.
Perjalanan panjangnya adalah bukti bahwa kerja keras, kejujuran, dan ketekunan mampu menuntun siapa pun menuju kehidupan yang bermakna.
“Saya bangga, saya bisa mengabdi di bebagai bidang, sebab sejak kecil saya punya spirit kerja. Saya tidak pernah jadi pengangguran. Terpujilah Tuhan,” pungkasnya. (P-bwl)
No Comments