PRIORITAS, 28/7/24 (Tokyo): Kini bukan ekonomi jadi prioritas nasional Jepang, tapi angka kelahiran bayi.
Ya, Pemerintah Jepang berupaya keras mengatasi ‘krisis’ penduduk akibat kaum muda yang enggan menikah dan memiliki keturunan. Negara itu kini tengah berjuang untuk membalikkan angka kelahiran yang menurun.
Dilaporkan, Pemerintah Negeri Sakura itu bahkan menghubungi atau mengontak satu per satu pada kaum muda. Pemerintah menanyakan alasan mengapa mereka enggan menikah dan memiliki keturunan.
“Kami akan berterima kasih jika kami dapat mendengar suara Anda yang sebenarnya-apa yang Anda pikirkan, apa yang menghalangi Anda mewujudkan keinginan Anda,” kata Menteri Negara Ayuko Kato dalam sebuah pertemuan pemerintah tentang membantu kaum muda Jepang menemukan pasangan, dikutip dari The Guardian dan Newsweek, Minggu (28/7/24).
Nah, sebagai menteri negara, Kato bertugas menangani kebijakan terkait angka kelahiran.
Jumlah pernikahan menurun
Disebutkan pula, pada saat ini, jumlah pernikahan di Jepang turun menjadi 474.717 tahun lalu, angka terendah sejak berakhirnya Perang Dunia II. Pernikahan sangat berkorelasi dengan kelahiran di Jepang, di mana kurang dari tiga persen anak lahir di luar nikah.
Selanjutnya, Badan Anak dan Keluarga Jepang mengutip survei tahun 2021 yang menunjukkan 48,1 persrn perempuan dan 43,3 persen laki-laki berusia antara 25 dan 34 tahun mengatakan, mereka belum menemukan pasangan yang cocok.
Lalu, tingkat kesuburan wanita Jepang-jumlah rata-rata bayi yang diharapkan dimiliki seorang wanita seumur hidupnya-turun ke rekor terendah 1,2 tahun lalu. Adapun, orang-orang yang berusia di atas 65 tahun kini mencakup lebih dari 30 persen dari masyarakat “super-tua” di negara itu.
Dikatakan, ergeseran demografi ini membuat para pembuat kebijakan khawatir akan masa depan ekonomi terbesar kedua di Asia itu.
Pembalikan angka kelahiran jadi prioritas
Sementara Perdana Menteri Fumio Kishida bahkan telah menjadikan pembalikan angka kelahiran yang menurun sebagai prioritas nasional.
“Kami tahu bahwa masalah penurunan populasi adalah tantangan strategis terbesar bagi masyarakat Jepang,” kata asisten sekretaris pers Kementerian Luar Negeri, Masashi Mizobuchi kepada Newsweek.
“Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan produktivitas, memperluas partisipasi tenaga kerja, dan mencapai angka kelahiran yang diinginkan,” tambah Mizobuchi.
Selanjutnya dia mengatakan, pemerintah Kishida telah menyusun peta jalan untuk menempatkan ekonomi dan masyarakat yang berkelanjutan pada jalur yang benar pada tahun 2030. Rencana ini mencakup langkah-langkah yang terkait dengan penuaan dan angka kelahiran, seperti memperluas tunjangan anak.
Sebagai catatan, hanya 727.277 anak yang lahir di Jepang tahun lalu, turun 43.482 dari tahun 2022 dan angka terendah sejak Jepang mulai mencatat statistik pada tahun 1899, menurut Japan Broadcasting Corp.
Kementerian Kesehatan menggambarkan situasi tersebut sebagai situasi kritis dan memperingatkan, negara tersebut memiliki waktu hingga sekitar tahun 2030 untuk meningkatkan angka kelahirannya secara signifikan. (P-CNBCi/jr) — foto ilustrasi istimewa