Petugas pemadam kebakaran dan petugas penyelamat bekerja di dekat reruntuhan pesawat Jeju Air Boeing 737-800 di Bandara Internasional Muan di Provinsi Jeolla Selatan, sekitar 288 kilometer sebelah barat daya Seoul pada tanggal 29 Desember 2024. (JUNG YEON-JE/AFP)
PRIORITAS, 2/1/25 (Jeju): Tragedi kecelakaan pesawat Jeju Air B737-800 pada Minggu (29/12/2024) memicu kekhawatiran mengenai praktik pemeliharaan maskapai berbiaya rendah (LCC) di Korea Selatan.
Pengamat industri menyoroti ketergantungan tinggi LCC pada layanan perbaikan luar negeri untuk pemeliharaan kritis, termasuk perbaikan mesin dan roda pendaratan.
Menurut data Kementerian Transportasi, biaya pemeliharaan maskapai domestik di luar negeri mencapai 1,99 triliun won (sekitar Rp21,9 triliun) pada 2023, meningkat 58 persen dari 2019.
Khusus LCC, pengeluaran mencapai 502,7 miliar won (sekitar Rp5,5 triliun) dengan 71 persen perbaikan dilakukan di luar negeri.
Berbeda dengan maskapai besar seperti Korean Air dan Asiana Airlines yang memiliki fasilitas pemeliharaan sendiri, LCC mengandalkan outsourcing ke penyedia layanan internasional.
CEO Jeju Air, Kim E-bae, mengakui keterbatasan ini, dengan sebagian besar perbaikan besar dilakukan di luar negeri.
Pemerintah Korea Selatan berupaya memperkuat industri pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul (MRO) domestik. Pada 2021, Kementerian Transportasi menargetkan peningkatan pemeliharaan lokal menjadi 70 persen pada 2024.
Namun, langkah nyata baru dimulai pada April 2023 dengan pembangunan Kompleks Penerbangan Lanjutan di Bandara Incheon.
Para ahli menegaskan bahwa pengembangan industri MRO lokal sangat penting untuk meningkatkan keselamatan penerbangan dan mengurangi ketergantungan pada layanan luar negeri. Dukungan pemerintah dinilai krusial untuk mencapai target ini. (P-Gio R)
