PRIORITAS, 25/2/25 (Jakarta): Dalam kasus korupsi minyak mentah yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga, Komisi VI DPR RI akan memanggil dan meminta penjelasan Menteri BUMN Erick Thohir dan Direksi Pertamina.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, saat dikonfirmasi watrtawan, di Komplek Parlemen Senayan, Selasa (25/2/25). Ia menegaskan, DPR RI akan terus mengawasi perkembangan kasus tersebut.
“Kami di DPR akan terus mengawasi perkembangan kasus ini dan meminta Menteri BUMN serta direksi Pertamina untuk memberikan penjelasan secara terbuka dalam rapat dengan Komisi VI,” kata Eko. Belum diperoleh informasi, kapan jadwal rapat bersama jajaran Pertamina dan Menteri BUMN itu.
Mantan pelawak yang menjadi politikus Partai Amanat Nasional itu mengaku prihatin dengan adanya kasus korupsi di PT Pertamina Patra Niaga. Menurutnya, kasus tersebut bakal mencoreng kredibilitas BUMN di Tanah Air.
Apalagi, katanya, PT Pertamina Patra Niaga diduga telah mengoplos bahan bakar minyak (BBM) Pertalite menjadi Pertamax. “Kami di Komisi VI DPR RI sangat prihatin dengan dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga yang melibatkan pengoplosan BBM dari Pertalite menjadi Pertamax,” ungkapnya.
Sekretaris Jenderal PAN ini mendorong Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas kasus ini secara transparan. Eko mengatakan, siapa pun yang terbukti bersalah harus dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. “Termasuk mengidentifikasi semua pihak yang terlibat, baik di tingkat manajemen maupun jaringan yang lebih luas,” ucap dia.
Beli pertalite bayar pertamax
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” (dioplos) menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/25). “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
Dalam perkara ini, selain Riva Siahaan, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF), SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Tersangka lainnya adalah MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. (P-ht)