Jakarta, 11/6/20 (SOLUSSInews.com) – Ada perkiraaan, perekonomian dunia bakal terkontraksi enam hingga 7,6 persen akibat dampak ekonomi pandemi Covid-19.
Dalam riset OECD Economic Outlook yang dirilis hari Rabu (10/6/20), Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memiliki dua skenario perekonomian global.
Dalam skenario pertama, perekonomian global akan terkontraksi enam persen tanpa adanya gelombang kedua Covid-19. Skenario kedua, perekonomian global menyusut 7,6 persen jika terjadi gelombang kedua.
“Kebijakan lockdown pemerintahan di seluruh dunia berhasil memperlambat penyebaran virus dan jumlah korban jiwa, tetapi aktivitas bisnis di berbagai sektor juga berhenti, sehingga menyebabkan kesenjangan melebar, mengganggu pendidikan dan meruntuhkan kepercayaan akan masa depan. Seiring dimulainya pelonggaran, jalur pemulihan masih penuh ketidakpastian dan rentan akan infeksi gelombang kedu. Dengan atau tanpa gelombang kedua, konsekuensinya akan parah dan lama,” tulis OECD dalam risetnya.
Riset OECD memperkirakan perekonomian global baru bisa kembali ke level prapandemi, atau seperti kuartal-IV 2019, pada tahun 2021.
Resesi terparah sejak 1930-an
OECD juga mengatakan resesi yang sedang dihadapi merupakan terparah sejak era Great Depression pada tahun 1930an.
Laurence Boone, Kepala Ekonom OECD, dalam keterangannya mengatakan, selama vaksin atau obat belum ditemukan, pembuat kebijakan harus sangat berhati-hati dalam membuat kebijakan.
“Physical distancing, dan testing, tracking, tracing, dan isolation (TTTI) adalah instrumen utama dalam memerangi penyebaran virus. TTTI sangat penting bagi aktivitas ekonomi dan sosial untuk kembali,” katanya.
“Namun, sektor seperti pariwisata, hiburan, restoran, dan akomodasi tidak akan kembali seperti semula. TTTI mungkin tidak cukup untuk mencegah gelombang kedua,” lanjutnya.
Dia mengatakan, stimulus yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dan dunia usaha tidak akan bisa bertahan lama. “Sektor yang terdampak harus beradaptasi untuk bertahan, tetapi transisi seperti itu sulit dan tidak cepat”.
Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan moneter yang akomodatif. Menambah utang sektor publik dapat diterima sepanjang diberikan dalam kondisi ekonomi yang terpuruk dan pengangguran tinggi. Penyaluran stimulus harus diberikan secara transparan kepada kelompok masyarakat yang paling rentan. Transparansi dan aturan main yang jelas juga diperlukan saat menyelamatkan sektor swasta. (S-BS/jr)