PRIORITAS, 2/3/25 (Jakarta): Anggota Komisi III DPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo, menyoroti masalah sistemik pertanahan di Indonesia yang merugikan masyarakat, terutama kelompok ekonomi lemah. Banyak warga menggadaikan tanah ke lembaga pembiayaan akibat tekanan ekonomi, lalu dimanfaatkan oleh oknum untuk membentuk mafia tanah.
Jaringan ini melibatkan perbankan, lembaga pembiayaan, notaris, kurator, dan balai lelang. Jika tidak segera ditangani, praktik ini semakin merugikan masyarakat dan merusak hukum pertanahan.
“Pemberantasan mafia tanah memerlukan upaya komprehensif dari semua pihak, mulai dari pemerintah, lembaga keuangan, hingga masyarakat. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan penegakan hukum yang tegas, praktik mafia tanah dapat dicegah dan masyarakat lemah dapat terlindungi dari kerugian ekonomi dan sosial. Reformasi sistem pertanahan serta peningkatan transparansi menjadi kunci utama dalam menciptakan tata kelola pertanahan yang adil dan berkelanjutan,” ucap Bamsoet di Jakarta, Sabtu (1/3/25), sebagaimana informasi yang diterima oleh redaksi Beritaprioritas.com.
Modus pemalsuan dokumen hingga penipuan
Bamsoet menjelaskan, mafia tanah merupakan sindikat yang memanfaatkan celah administrasi pertanahan. Modusnya meliputi pemalsuan dokumen, penipuan, penggelapan, pendudukan ilegal, dan jual beli tanah sengketa. Keterlibatan pejabat, aparat hukum, dan notaris makin memperumit penanganannya.
“Sepanjang tahun 2023, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berhasil menuntaskan 62 kasus mafia tanah dengan menetapkan 159 orang sebagai tersangka. Namun, jumlah ini belum mencerminkan keseluruhan permasalahan yang ada, mengingat banyaknya kasus yang belum terungkap,” kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini memaparkan, dalam memberantas mafia tanah pemerintah perlu melakukan pendekatan yang holistik dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, lembaga pembiayaan, balai lelang, kurator hingga notaris.
Perbankan atau lembaga pembiayaan memberikan kredit dengan jaminan tanah atau properti. Namun, jika mereka bekerja sama dengan pihak ketiga yang mengambil alih hak piutang, risiko ketidakadilan bagi masyarakat meningkat.
“Balai lelang memiliki peranan penting dalam menjual agunan dari lembaga pembiayaan. Jika terjadi kolusi antara pihak-pihak ini, maka hasil dari lelang tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan beberapa oknum, sementara masyarakat yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban,” urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, kurator dan notaris juga harus dilibatkan, karena bertugas untuk menjustifikasi sah atau tidaknya perubahan status agunan tanah.
Pengawasan lemah, buka peluang korupsi
Pengawasan yang lemah dapat membuka peluang bagi praktik korupsi dan manipulasi, sehingga upaya pemberantasan mafia tanah semakin sulit dilakukan.
“Selain itu, masyarakat perlu diberikan edukasi mengenai hak-hak mereka terkait kepemilikan tanah dan prosedur legal yang harus ditempuh dalam transaksi pertanahan. Melindungi hak atas tanah dan properti masyarakat adalah langkah penting menuju keadilan sosial dan kesejahteraan yang lebih merata,” tutur Bamsoet. (P-*r/Zamir A)