Tonton Youtube BP

Kelas menengah tidak terima Bansos, cukupi kebutuhan dengan utang

Armin Mandika
7 Oct 2025 17:32
Ekbis 0 86
3 minutes reading

PRIORITAS, 7/10/25 (Jakarta): Banyak di antara kelompok kelas menengah sering terjebak di posisi serba salah, bergaji pas-pasan, namun dianggap ‘tidak cukup susah’ untuk mendapat bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah.

Akibatnya tak sedikit masyarakat kelas menengah yang terpaksa makan tabungan atau menarik pinjaman untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pada akhirnya gaji yang segitu-segitu saja habis hanya untuk bayar cicilan.

Menurut ekonom senior Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad, gejala banyaknya kelas menengah yang semakin terimpit utang dan cicilan ini terlihat dari peningkatan jumlah pinjaman online (pinjol) hingga pengeluaran konsumsi masyarakat.

Menurut Tauhid saat ini jumlah masyarakat mengakses pinjaman online makin tinggi, begitu juga dengan total utang yang mereka miliki. Sementara untuk pertumbuhan kredit UMKM itu makin turun.

Habis untuk makan

Dijelaskannya, kondisi ini menunjukkan bagaimana kelas menengah semakin hari semakin banyak membutuhkan pembiayaan hanya untuk konsumsi sehari-hari. Artinya uang habis hanya untuk makan dan bertahan hidup, tidak bisa digunakan untuk mengembangkan usaha dan lainnya.

“Kredit UMKM trennya itu berkebalikan dengan yang pinjaman online. Walaupun (non-performing loan/kredit macet pinjol) NPL-nya katakanlah di bawah 3 persen, tapi kan trennya makin tinggi. Menunjukkan bahwa dari sisi itu kelas menengah makin sulit,” ungkap Tauhid seperti dikutip dari detik.com, Senin (6/10/25).

Selanjutnya, data LPS menunjukkan pertumbuhan tabungan masyarakat di bawah Rp 100 juta dari Juli 2016 hingga Juli 2019 tercatat hanya sebesar 26,3 persen. Pertumbuhan ini mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan kondisi Juli 2021 hingga Juli 2024 yang hanya bertambah 11,9 persen.

Bahkan pertumbuhan tabungan masyarakat dengan saldo Rp 100 juta hingga Rp 200 juta juga melambat. Pada periode Juli 2016-Juli 2019 tercatat tumbuh 29,4 persen. Sementara Juli 2021 hingga Juli 2024 hanya tumbuh 13,3 persen.

“Simpanan di bawah 100 juta, kalau kita lihat data LPS, makin lama makin turun kan, nggak naik-naik. Nah itu menunjukkan kemampuan daya tahan mereka untuk menghadapi goncangan atau kenaikan biaya hidup semakin turun,” katanya.

Terhimpit utang

Gejala banyak kelas menengah makin terimpit utang juga terlihat dari data konsumsi masyarakat untuk makanan yang semakin tinggi. Menurutnya kenaikan ini menunjukkan bagaimana masyarakat hanya bisa fokus untuk membeli makan sebagai kebutuhan pokok saja.

“Kalau konsumsi makanan semakin tinggi, berarti pengeluaran mereka untuk non-makanan kan semakin berkurang. Artinya mereka nggak ada duit yang buat non-makanan. Padahal konsumsi non-makanan semakin tinggi menunjukkan bahwa kelas menengah semakin baik,” katanya.

Sementara itu Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira, yang mana menurutnya gejala banyaknya kelas menengah yang semakin terimpit utang dan cicilan ini terlihat dari pertumbuhan industri pinjol.

Kenaikan jumlah masyarakat yang menggadaikan barangnya turut menjadi tanda bagaimana gaji yang diterima kelas menengah tak lagi cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Alhasil jika tidak berutang, mereka memilih untuk menjual atau menggadaikan aset mereka.

“Data resmi OJK mengungkap kenaikan outstanding pinjol dari 2020-2025 tumbuh 651 persen. Sementara masyarakat yang menggadaikan barangnya juga naik 66 persen dalam 5 tahun terakhir. Kalau tidak ke pegadaian ya ke pinjol, se-desperate itu kelas menengah,” urainya. (P-*r/am)

 

 

 

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Video Viral

Terdaftar di Dewan Pers

x
x