PRIORITAS, 27/9/25 (Jakarta): Rusia diduga terlibat dalam membantu China mempersiapkan rencana invasi ke Taiwan. Laporan dari dokumen bocoran mengindikasikan, Moskow menyediakan peralatan serta teknologi militer kepada Beijing yang dapat mempercepat kesiapan China untuk menghadapi potensi serangan udara ke Taiwan.
Temuan ini berasal dari analisis Royal United Services Institute (RUSI) di London, yang menelaah sekitar 800 halaman dokumen. Dokumen tersebut mencakup kontrak, daftar perlengkapan, serta jadwal pembayaran dan pengiriman, sebagian di antaranya dipublikasikan oleh kelompok peretas bernama Black Moon.
Kelompok itu tidak membeberkan siapa anggotanya, namun melalui manifestonya mereka menyatakan penolakan terhadap kebijakan luar negeri pemerintah yang dianggap agresif.
Peneliti RUSI menyerahkan sejumlah dokumen kepada The Associated Press dan menilai dokumen-dokumen itu tampak otentik, meski ada kemungkinan beberapa bagian telah diubah atau dihapus. Namun, keasliannya hingga kini belum bisa dipastikan.
Pertemuan China dan Rusia
Kumpulan dokumen berupa draf dan versi final tersebut mencatat adanya pertemuan antara delegasi China dan Rusia, termasuk kunjungan ke Moskow, serta memuat rincian teknis mengenai sistem parasut ketinggian tinggi dan kendaraan serbu amfibi.
Isi dokumen itu juga mengindikasikan, Rusia sudah mulai memproduksi peralatan untuk dikirim, meski belum ditemukan bukti konkret China telah melakukan pembayaran atau menerima perlengkapan tersebut.
Peneliti RUSI menilai peralatan yang dibahas kemungkinan besar bisa dimanfaatkan dalam serangan terhadap Taiwan. Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, China tengah melakukan modernisasi militer secara besar-besaran dengan ambisi membangun kekuatan bersenjata “kelas dunia” pada tahun 2050.
Invasi dilakukan pada 2027
Sejumlah pejabat tinggi Amerika Serikat sebelumnya mengindikasikan, Xi telah menginstruksikan persiapan invasi ke Taiwan, yang diperkirakan dapat dilakukan paling cepat pada 2027. Beijing sendiri mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan tidak menutup kemungkinan mengambilnya dengan cara paksa.
Meski Taiwan tidak disebut secara langsung dalam dokumen, RUSI menekankan, kerja sama tersebut berpotensi memberi China kemampuan terjun payung canggih yang dibutuhkan untuk operasi invasi, sehingga dapat mempercepat jangka waktu persiapan.
“Sekolah pendaratan udara China masih sangat muda,” imbuh salah satu analis, sebagaimana dikutip dari AP News pada Sabtu (27/9/2025).
Dia menuturkan, dukungan dari Moskow berpotensi mempercepat program pendaratan udara China hingga 10–15 tahun.
Pihak Kremlin, serta kementerian pertahanan dan luar negeri China maupun Taiwan, hingga kini belum memberikan tanggapan terkait isu ini.
RUSI menilai, keuntungan utama dari kerja sama tersebut bagi China kemungkinan besar terletak pada aspek pelatihan serta prosedur komando dan kendali pasukan terjun payung, mengingat Rusia memiliki pengalaman tempur yang luas—sesuatu yang belum dimiliki Beijing.
Para analis berpendapat, Rusia bermotif memperkuat posisinya sebagai pemasok militer bagi China sekaligus memperoleh pendanaan untuk perang di Ukraina. Selain itu, Moskow diduga ingin melibatkan Beijing dalam ketegangan dengan Washington soal Taiwan, guna mengalihkan fokus Amerika Serikat dari konflik di Ukraina. (P-Zamir)
No Comments