29.7 C
Jakarta
Saturday, August 2, 2025

    Turis Prancis belajar masak ular dan paniki di Tomohon

    Terkait

    PRIORITAS, 31/7/25 (Tomohon): Sebuah keluarga asal Prancis yang tengah berlibur ke Sulawesi Utara (Sulut) mengikuti kegiatan unik yang tak biasa mereka temui di negara asalnya. Mereka terlibat langsung dalam kelas memasak ekstrem di Tomohon, Selasa (29/7/25).

    Berlokasi di Resto Mansai Kitchen and Bar, Kinilow, Tomohon Utara, kegiatan bertajuk Cooking Class ini difokuskan pada kuliner khas Minahasa yang dikenal ekstrem. Daging ular phyton, paniki (kelelawar), dan babi hutan menjadi bahan utama yang diolah.

    Kegiatan memasak ini tak hanya soal rasa dan resep. Ada pengalaman interaktif dengan koki lokal dan edukasi lintas budaya yang diselipkan di setiap prosesnya. Turis Eropa ini juga dikenalkan pada kue tradisional khas Manado seperti cucur dan apang.

    “Yang ikut kelas memasak ini satu keluarga dari Prancis, total ada 15 orang,” jelas pemilik restoran sekaligus akademisi, Prof Kawilarang Warouw Alex Masengi.

    Dia mengatakan, keluarga itu sedang berlibur di Indonesia selama 12 hari. Mereka memilih mampir ke Tomohon untuk mengenal langsung budaya kuliner lokal dari dapur aslinya.

    “Kegiatan memasak yang penuh akrab ini berlangsung seharian, dengan bahan baku dasar adalah daging-daging ekstrem seperti ular phyton, paniki dan babi hutan (celeng), serta diselingi oleh pembuatan kue tradisional cucur dan apang,” ujar Masengi seperti dikutip Beritaprioritas.com dari Minahasaraya.com, Kamis (31/7/25).

    Etika dan transparansi dijaga

    Karena peserta berasal dari luar negeri, pendekatan edukatif dan etis menjadi prioritas. Sebelum memasak, seluruh peserta diberi penjelasan mengenai filosofi makanan ekstrem Minahasa, asal-usul bahan, dan nilai gizinya.

    Masengi menekankan pentingnya menjaga etika global dalam mengenalkan makanan ekstrem. Ia memastikan tak ada bahan yang menimbulkan kontroversi tinggi.

    “Dalam memperkenalkan cara memasak makanan ekstrem, maka etika internasional harus diutamakan, seperti menghindari dari bahan yang bisa menimbulkan kontroversi tinggi seperti daging anjing,” tegasnya.

    Selain itu, seluruh bahan yang digunakan dijelaskan secara transparan kepada peserta. Mereka diberikan kebebasan untuk memilih ikut memasak atau hanya mengamati prosesnya.

    “Juga dilakukan transparansi untuk memastikan terhadap warga Prancis mengenai apa saja yang akan digunakan, dan mereka boleh memilih ikut terlibat memasak atau hanya mengamati,” tambah Masengi.

    Restoran Mansai Kitchen and Bar yang dikelola keluarga Masengi-Mandagi bukan hanya tempat makan, namun juga ruang edukasi budaya. Kegiatan ini membuka ruang diskusi soal etika makanan dan perbedaan pandangan soal bahan pangan di berbagai negara.

    Menurut Masengi, turis asing justru sangat menghargai pengalaman ini. Bagi mereka, hal semacam ini sulit ditemukan di negara asal.

    “Ada nilai tambah untuk turis dari Prancis, karena mereka bisa mendapatkan pengalaman kuliner yang tidak bisa didapatkan di negara mereka,” katanya.

    Tak hanya itu, mereka juga membawa pulang cerita menarik dan pemahaman lintas budaya yang lebih dalam. Dari dapur kecil di Tomohon, mereka menemukan cara baru memaknai makanan—tak sekadar soal rasa, tapi juga soal rasa hormat. (P-Khalied M)

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    spot_img

    Terkini