Ilustrasi seseorang menghitung uang pecahan Rp100.000 menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus berfluktuasi. (iStockphoto)PRIORITAS, 28/7/25 (Jakarta): Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (28/7/25). Berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,15 persen ke posisi Rp16.335 per dolar AS.
Pelemahan ini bukan tanpa sebab. Indeks dolar AS (DXY) tercatat menguat dua hari berturut-turut dan hari ini naik sebesar 0,41 persen ke level 98,04 pada pukul 15.00 WIB.
Kenaikan ini mencerminkan lonjakan permintaan terhadap dolar secara global, yang akhirnya memberi tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
Salah satu pemicu utama penguatan dolar berasal dari keputusan Presiden AS Donald Trump yang mengumumkan kesepakatan dagang baru dengan Uni Eropa pada Minggu (27/7/25) malam waktu setempat.
Meski begitu, beberapa produk seperti pesawat terbang, bahan kimia tertentu, dan obat-obatan dikecualikan dari tarif tersebut. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, memastikan bahwa tarif baru ini tidak ditambahkan di luar tarif yang sudah berlaku.
Walau lebih rendah dari ancaman tarif 30 persen yang sempat dilontarkan Trump sebelumnya, angka 15 persen tetap di atas harapan Uni Eropa yang menargetkan angka dasar di 10 persen.
Namun, secara keseluruhan, kesepakatan ini dianggap mampu menurunkan eskalasi ketegangan dagang kedua pihak dan memberi kejelasan baru bagi investor global.
Di luar urusan tarif, pelaku pasar saat ini juga mencermati arah kebijakan Federal Reserve yang akan diumumkan dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 29–30 Juli 2025. Konsensus memperkirakan The Fed masih akan menahan suku bunga di kisaran 4,25–4,50 persen.
Namun, investor tetap waspada karena inflasi AS per Juni masih berada di level 2,7 persen secara tahunan. Angka ini masih berada di atas target resmi The Fed, yakni di bawah 2 persen. Ini artinya, tekanan terhadap arah suku bunga selanjutnya masih cukup tinggi.
Situasi ini menjadikan pasar keuangan global bergerak hati-hati, sementara tekanan terhadap mata uang negara berkembang seperti rupiah pun belum sepenuhnya mereda. (P-Khalied M)
No Comments