PRIORITAS, 21/6/25 (Jakarta): Puluhan pasang ondel-ondel berjejer di halaman Taman Mini Indonesia Indah. Mereka tak menari di jalanan seperti biasanya, tapi tampil sebagai bagian dari festival resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Seniman dan masyarakat pun menyambutnya sebagai langkah penting pelestarian budaya Betawi—tanpa perlu mengemis di jalanan.
Langkah itu tidak datang tiba-tiba. Pemprov DKI menggodok peraturan daerah yang melarang praktik mengamen menggunakan ondel-ondel, simbol khas Betawi yang lama terlunta-lunta di simpang jalanan ibu kota. Praktik itu dinilai mencoreng kehormatan budaya yang seharusnya dilestarikan secara bermartabat.
“Silakan ondel-ondel dimanfaatkan, tapi jangan dibawa keliling kampung atau kota apalagi untuk mengamen,” kata Irene, warga Cilincing, Jakarta Utara.
Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin menyatakan dukungan penuh terhadap rancangan Perda. Ia menyebut tindakan mengamen menggunakan ondel-ondel sebagai bentuk pelecehan terhadap warisan leluhur.
“Ini bukan sekadar boneka besar, ini simbol perlawanan dan kearifan orang Betawi,” ujar Khoirudin dalam pernyataan resminya, dikutip Antara, Sabtu (21/6/25).
Kini, draf peraturan tengah menunggu harmonisasi dan penyelarasan. Target awal pengesahan sebelum ulang tahun Jakarta ke-498 mundur menjadi dua tahun lagi, bertepatan dengan perayaan lima abad kota ini.
Sambil menunggu Perda rampung, Pemprov melalui Dinas Kebudayaan menggandeng Satpol PP, Dinsos, dan Dinas Tenaga Kerja mengawasi kegiatan ondel-ondel di jalan. Fokusnya: mencegah anak-anak dipekerjakan dan menjaga ketertiban umum.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary, menjelaskan alternatif yang disiapkan untuk para pelaku seni jalanan.
“Kami tetap beri ruang tampil, tapi melalui panggung yang pantas: festival, taman publik, pusat belanja, hingga delegasi budaya ke luar negeri,” tuturnya.
Pemerintah juga memberi pelatihan kerajinan seperti pembuatan suvenir dan miniatur ondel-ondel. Seniman diajari pula memainkan gambang kromong versi minimalis sebagai sarana pertunjukan yang lebih variatif.
Ondel-ondel jadi simbol resmi
Sejak 2022, Disbud DKI Jakarta membina dua komunitas besar: KOODJA dan ASOI. Total 35 sanggar masuk dalam pembinaan, dengan 17 di antaranya berada di bawah KOODJA. Komunitas ini menjadi ujung tombak transformasi fungsi ondel-ondel dari alat mengamen menjadi simbol kota yang profesional dan terorganisasi.
Dalam 100 hari pertamanya, duet kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno (Doel) mengeluarkan Seruan Gubernur Nomor 2/SE/2025 tentang Penempatan Ikon Betawi di Hotel. Ini menjadi strategi simbolik agar ondel-ondel hadir secara wajar dan terhormat di ruang-ruang publik, bukan di trotoar panas jalan protokol.
Miftahulloh menyebutkan, hotel, city hub, dan tempat umum lain diminta berpartisipasi aktif menampilkan ikon Betawi, sejalan dengan citra Jakarta sebagai kota global.
Upaya pelestarian tak hanya berhenti pada ondel-ondel. Pemprov DKI menyiapkan Lebaran Betawi di tingkat kota dan kabupaten. Wali Kota, lurah, hingga camat terlibat dalam pengiriman seserahan. Kegiatan ini akan merekatkan budaya Betawi dengan struktur pemerintahan hingga ke tingkat bawah.
Selain itu, rumah sakit di Jakarta bakal diberi nama tokoh Betawi. Ini perintah langsung Pramono kepada Dinas Kesehatan (Dinkes), sebagai pengingat bahwa nilai-nilai lokal juga bisa hidup berdampingan dengan sistem modern.
Pemerintah kini menyiapkan Lembaga Adat Betawi sebagai lembaga permanen pelestarian budaya. Bila prosesnya macet, Pram-Doel mengaku siap turun tangan langsung.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 yang mengubah status Jakarta memberi 19 kewenangan baru untuk Pemprov, termasuk sektor kebudayaan. Kewenangan ini menjadi pintu untuk menjadikan budaya lokal sebagai aset global.
Festival ondel-ondel di TMII pada 28 Juni mendatang jadi pembuktian awal. Pemprov menampilkan 35 pasang ondel-ondel binaan dalam perayaan yang diproyeksikan sebagai agenda tahunan. Ini menjadi ruang ekspresi yang diakui dan mendatangkan penghasilan yang sah bagi pelaku seni. (P-Khalied Malvino)