PRIORITAS, 13/6/24 (Jakarta): Banyak industri kita kini sedanf berjuang dari gelombang tekanan kelesuan perekonomian nasional, sebagai dampak dari konyunktur ekonomi global.
Salah satunya di sub sektor industri pertekstilan.
Dilaporkan, sejak awal 2024 hingga kini sudah ada 13.800 orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Hal ini akibat penurunan order sampai tidak ada lagi order. Saat ini, industri TPT yang mampu bertahan ialah yang berorientasi pasar ekspor.
“Pabrik tekstil terus bertumbangan. Terbaru tambah satu, baru 6 Juni 2024. PT S Dupantex tutup, PHK 700-an pekerja. Ini baru hanya di pabrik tempat anggota KSPN bekerja. Banyak yang PHK puluhan, tetapi tidak update, ada juga yang tak lapor sudah PHK,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi di Jakarta, Rabu (12/6/24).
Selain itu, Ristadi mengungkapkan, ada juga perusahaan tekstil yang merupakan bagian PT Sritex Solo mem-PHK karyawannya, yakni PT Sinar Panca Djaja (Semarang), PT Bitratex (Semarang) dan PT Johartex (Magelang).
Batasi barang impor TPT
Selanjutnya dia berharap pemerintah segera turun tangan agar gelombang PHK tidak semakin besar.
“Batasi impor barang TPT kecuali bahan bakunya memang tidak ada di Indonesia. Berantas impor ilegal barang-barang TPT karena merusak pasar domestik, akibatnya barang-barang TPT dalam negeri menjadi semakin tidak laku,” kata dia.
Ristadi mengungkapkan, perusahaan kadang ragu atau takut untuk melaporkan atau mengaku telah melakukan PHK karena dapat memengaruhi trust perbankan dan buyer.
“Namun, kalau tidak diungkapkan nanti PHK massal dianggap isapan jempol belaka atau karangan kami saja. Dikira tak ada masalah di industri tekstil, kondisinya baik-baik saja, tidak tahunya pekerja sudah banyak jadi korban PHK,” ujar dia.
Imbas Permendag 8 Tahun 2024
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengatakan bertumbangannya perusahaan tekstil imbas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Aturan ini, menurut Jemmy Kartiwa Sastratmaja, merugikan industri sektor industri TPT. (P-BST/jr) — foto ilustrasi istimewa