PRIORITAS, 11/12/24 (Jakarta): Hingga November 2024, pemerintah Indonesia berhasil menyerap pajak sebesar Rp1.688,93 triliun, atau 84,92% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan bahwa pencapaian ini masih sejalan dengan siklus tahun-tahun sebelumnya dan dianggap berada di jalur yang tepat.
Secara rinci, hampir seluruh kelompok pajak mengalami pertumbuhan positif. Pajak Penghasilan (PPh) non-migas mencatatkan pertumbuhan 0,43%, dengan realisasi Rp885,77 triliun (83,30% dari target).
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya juga mencatatkan pertumbuhan 2,65%, dengan realisasi Rp36,52 triliun (96,79% dari target). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mengalami pertumbuhan 8,17%, dengan realisasi Rp707,76 triliun (87,23% dari target).
Pencapaian ini didorong oleh perbaikan aktivitas ekonomi dalam negeri dan sektor perdagangan, serta industri minyak kelapa sawit.
Namun, Pajak Penghasilan (PPh) migas mengalami kontraksi sebesar 8,03% akibat penurunan produksi minyak dan gas bumi, dengan realisasi Rp58,89 triliun (77,10% dari target).
Dari jenis pajak, PPN dalam negeri (DN) memberikan kontribusi terbesar, yakni 25,7% terhadap penerimaan pajak, dengan nilai Rp434,67 triliun, yang tumbuh 6,9% secara neto.
PPh Badan, meskipun terkontraksi 23,1% secara neto, mencatatkan realisasi sebesar Rp289,8 triliun, berkontribusi 17,2% terhadap penerimaan pajak. Performanya berbalik arah dalam tiga bulan terakhir, terutama didorong oleh sektor pertambangan dan industri. Sementara PPh 21, yang berkontribusi 13,2%, tercatat sebesar Rp223,42 triliun, tumbuh 22% berkat peningkatan gaji, upah, dan tunjangan pekerja.
Secara sektoral, sektor industri pengolahan dan pertambangan mengalami perbaikan. Industri pengolahan, meskipun masih mengalami kontraksi 4,3% secara neto, menunjukkan kinerja positif berkat subsektor kendaraan dan sepeda motor, serta rokok.
Dilansir Antara, sektor ini berkontribusi 25,8% terhadap penerimaan pajak dengan realisasi Rp411,74 triliun. Sektor pertambangan juga mengalami kontraksi 37,3%, tetapi sejak September, sektor ini mengalami pembalikan kinerja, terutama pada subsektor pertambangan bijih logam, dengan realisasi Rp96,35 triliun (6% kontribusi).
Selain itu, sektor perdagangan juga memberikan kontribusi signifikan, sebesar 25,8% dengan realisasi Rp410,44 triliun, tumbuh 7,5% berkat sektor perdagangan besar. (P-bwl)