PRIORITAS, 21/2/25 (Jakarta): Program pembangunan tiga juta rumah per tahun bertujuan untuk menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat Indonesia, terutama bagi golongan menengah ke bawah.
Namun, dari informasi yang diterima Beritaprioritas.com, Jumat (21/2/25) pagi, program ini dirancang agar tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan memanfaatkan skema pendanaan alternatif yang melibatkan sektor swasta, perbankan, dan mekanisme investasi inovatif.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan memastikan bahwa program pembangunan tiga juta rumah per tahun tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Kita akan terus develop berbagai creative financing yang nanti akan kita kembangkan bersama sehingga dari sisi APBN disiplin fiskalnya tetap terjaga namun responsif dan mampu memiliki daya dukung yang lebih besar, tidak hanya berumah tapi juga sektor lain,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis malam (20/2/25).
Karena itu, pemerintah bakal mencari sekaligus menyempurnakan berbagai skema pembiayaan kreatif guna menjaga disiplin fiskal sekaligus memastikan program ini tetap berjalan.
Salah satu skema yang tengah disiapkan adalah penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) khusus untuk sektor perumahan. Instrumen ini ditujukan untuk membiayai pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui modifikasi skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang akan ditingkatkan skalanya.
Selain penerbitan SBN perumahan, pemerintah juga menggandeng Bank Indonesia (BI) untuk memperkuat pembiayaan sektor perumahan melalui kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM).
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, BI akan memberikan kelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) 5 persen kepada perbankan, hingga likuiditas Rp80 triliun.
BI memutuskan untuk meningkatkan insentif KLM bagi perbankan secara bertahap, dari sebelumnya Rp23,19 triliun menjadi Rp80 triliun guna mendukung pembiayaan sektor perumahan. “Juga dukungan pendanaan dari BI adalah melalui pembelian SBN dari pasar sekunder,” tutur Perry.
Dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Ia menambahkan, sektor perumahan memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pembangunan rumah tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga mendorong berbagai sektor industri terkait, seperti semen, baja, dan tenaga kerja konstruksi.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI Mokhamad Misbakhun juga menegaskan bahwa pendanaan program ini tidak akan berasal dari APBN secara langsung, melainkan melalui skema likuiditas khusus yang tetap berada dalam koridor aturan yang ada. “Kita sedang menyiapkan likuiditas khusus untuk itu. Likuiditas khusus yang tentunya dalam koridor semua aturan yang ada,” ucapnya dikutip Antara.
Misbakhun menjelaskan, salah satu sumber likuiditas yang akan digunakan adalah dukungan dari BI. Meski demikian, ia menegaskan bahwa mekanisme pastinya masih menunggu pembahasan lebih lanjut di Komisi XI DPR bersama Kementerian Keuangan, BI, dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
Adapun pemerintahan Prabowo-Gibran melalui program Astacita menargetkan pembangunan tiga juta rumah per tahun, dengan komposisi dua juta rumah di pedesaan dan satu juta di perkotaan. (P-bwl)