31.6 C
Jakarta
Saturday, December 7, 2024

    GPPMP: Usir RRT dari perairan Natuna, kibarkan Merah Putih di tapal batas

    Terkait

    Jakarta, 5/1/20 (SOLUSSInews) – Sikap tegas dinyatakan DPP GPPMP merespons patroli keamanan RRT di perairan wilayah NKRI di seputaran Kepulauan Natuna. GPPMP pun mendesak Pemerintah RI agar harus bersikap tegas dalam menegakkan kedaulatan bangsa di sana.

    “Usir patroli keamanan RRT. Tidak boleh ada kompromi dengan sikap-sikap rakus bangsa lain yang mencoba menggertak kita lewat aksi patroli keamanannya di perairan milik kita,” demikian salah satu cuplikan dari pernyataan sikap DPP Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih 14 Februari 1946 (GPPMP), di Jakarta, Sabtu (4/1/20) kemarin.

    DPP GPPMP mengemukakan hal tersebut terkait memanasnya konflik di perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), pascamasuknya patroli keamanan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) ke wilayah Indonesia beberapa waktu lalu.

    Dalam pernyataan yang ditandatangani Ketum DPP GPPMP, Jeffrey Rawis, Sekjen Tedy Matheos serta Ketua DPP GPPMP Bidang Litbang dan Pokitik, Jeirry Sumampoue, ditegaskan, Pemerintah Republik Indonesia (RI) jangan cenderung bersikap lunak jika ada negara lain coba-coba mengunjak-injak kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Sebagaimana diiformasikan, Pemerintah RRT rupanyai turut mengklaim perairan Natuna yang merupakan teritori Indonesia sebagai wilayahnya, karena letaknya sangat strategis di kawasan Laut Tiongkok Selatan (LTS).

    Berdasarkan data konkret, demikian DPP GPPMP, Diska kawasan perairan Natuna merupakan aset bangsa Indonesia lantaran di teritori tersebut terdapat sumber energi besar.

    “Selain merupakan wilayah berkembangnya aneka jenis ikan bernilai nutrisi dan ekonomi tinggi, di sana juga tersedia kandungan energi alam luar biasa. Diperkirakan, total produksi minyak dari blok-blok yang berada di Natuna mencapai 25.447 barel per hari. Sementara produksi gas bumi tercatat sebesar 489,21 MMSCFD,” ujar Jeffrey Rawis yang telah menerbitkan buku “Menjahit Laut Yang Robek: Paradigma ‘Archipelago State’ Indonesia” (MLYR).

    Selain itu, demikian DPP GPPMP, wilayah perairan ini merupakan titik vital paling strategis di LTS sebagai lintas utama pelayaran global. “Dipetkirakan 80 persen arus pelayaran global melewati Selat Malaja hingga LTS ini,” ungkap Jeffrey, sebagaimana pula tertuang dalam bukunya MLYR tersebut.

    Siapkan serangan frontal

    DPP GPPMP nengingatkan, aksi patroli keamanan aparat RRT itu meruoakan bagian dari upaya provokasinya untuk menguasai kawasan demi menegaskan hegrmoninya.

    “Kita jangan kalah gertak. Segera lakukan persiapan untuk suatu ‘serangan’ frontal. Baik melalui diplomasi di berbagai forum internasional untuk bangun opini dunia, juga penempatan personel keamanan gabungan semesta (TNI, Polri, Sukarelawan) di wilayah tapal batas tersebut. Jangan tunggu ada patroli keamanan berikutnya dan kita benar-benar dianggap enteng”.

    Disebutkan, aksi patroli keamanan RRT dan beragam kegiatan lainnya, sudah menunjukkan sikap arogan mereka yang tak patut dibiarkan terus.

    “Bukankah sikap itu seperti ‘meludahi muka’ kita? Apakah pantas didiamkan? Saatnya kita bergerak bersama pemerintah untuk kibarkan panji-panji Merah Putih di Natuna. Yakinkan dunia dan si RRT itu tentang apa yang sudah disepakati dalam perjanjian UNCLOS 1982, dan sudah resmi dalam zona ekonomi ekslusif (ZEE) Indonesia, bahwa Natuna bukan bagian dari LTS,” demikian DPP GPPMP.

    Jadi tamparan telak

    Secara terpisah, Vice President OIC Youth Indonesia, Diska Resha Putra juga berharap agar pemerintah Indonesia tegas menegakkan kedaulatan bangsa dalam permasalahan di perairan Natuna, Kepri, LTS.

    “Bila kedaulatan kita terselamatkan, kita akan disegani bangsa lain, dari pada kita kehilangan aset kita, bahkan seolah diremehkan, padahal itu hak wilayah kita,” ujar Diska Resha Putra kepada wartawan, Sabtu, (4/1/19).

    Oleh sebab itu, Mahasiswa Magister Universitas Pertahanan ini menyarankan, agar pemerintah Indonesia dapat belajar dari bangsa lain dalam permasalahan dan konflik di perairan Natuna.

    Dia mencontohkan langkah berani Turki mengambil langkah mempertahankan kedaulatan Islam dengan memutuskan kerja sama dengan Amerika.

    “Masuknya patroli keamanan Tiongkok ke perairan Natuna menjadi tamparan telak untuk pemerintah lantaran semakin menunjukkan lemahnya pertahanan Indonesia. Padahal Indonesia dan Tiongkok merupakan peserta UNCLOS 1982 dan sudah disepakati ZEE Indonesia dan bukan bagian LTS,” demikian Diska Resha Putra. (S-SP/BS/jr)

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Headline News

    - Advertisement -spot_img

    Terkini