PRIORITAS, 25/4/25 (Washington): Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump baru kali ini ‘marah’ ke Presiden Rusia Vladimir Putin, karena membombardir Ukraina dengan rentetan peluru kendali serta pesawat nirawak (drone), sehingga menimbulkan korban jiwa warga sipil.
“Vladimir BERHENTI!” kata Trump dalam unggahan di Truth Social, beberapa saat setelah militer Rusia membunuh sekitar 16 orang warga sipil, dan melukai lebih 90 orang dalam serangan udara ke Kyiv, seperti dikutip Beritaprioritas.com dari CBC News, hari Jumat (25/4/25).
Menurut Trump serangan tersebut mengganggu upaya damai dengan Ukraina, yang sedang ia usahakan. “Saya tidak senang dengan serangan Rusia terhadap Kyiv. Tidak perlu, dan waktunya sangat buruk,” kata Trump.
Ketika wartawan di Gedung Putih menanyakan apakah dia yakin Putin akan mendengarkan seruannya, Trump berkata, “Saya yakin”.
Ia juga menegaskan Washington memiliki “batas waktu tersendiri” dalam hal perundingan perdamaian. Trump tidak menjelaskan lebih detail apa makna tersebut.
Di bawah tekanan
Presiden AS berada di bawah tekanan untuk bersikap lebih tegas terhadap Vladimir Putin, karena upaya damai yang ia lakukan selama ini belum membuahkan hasil yang positif.
Donald Trump sebelumnya pernah sesumbar bisa menghentikan perang Rusia-Ukraina dalam waktu 24 jam. Tapi hingga kini ucapan Trump tersebut tidak terbukti.
Bahkan kesepakatan gencatan senjata antar Ukraina dan Rusia yang dimediasi Amerika Serikat di Jeddah Arab Saudi bulan lalu, tak ditanggapi serius Vladimir Putin.
Putin malah terus menyerang Ukraina. Bahkan warga sipil yang sedang beribadah ke gereja pada Minggu Palma di Sumy, dibom dengan rudal balistik hingga 35 orang tewas dan ratusan luka-luka.
Serangan terbaru hari Kamis malam 24 April 2025, militer Putin kembali menyerang dengan ratusan drone dan beberapa rudal jelajah ke sejumlah kompleks pemukiman warga di Kyiv, sehingga menyebabkan 16 orang tewas.
Serangan ini langsung menghentak Donald Trump. Ia langsung ‘marah’ ke Putin. “Vladimir, STOP. Mari kita selesaikan kesepakatan damai ini,” tegasnya.
Ditolak Zelenskyy
Beberapa jam sebelumnya, Donald Trump dikabarkan terlibat ‘perang urat saraf’ lagi dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, karena usulannya ditolak mentah-mentah.
Trump menuding Zelenskyy menghambat perundingan damai Rusia, karena tidak mau merelakan wilayah Krimea yang dirampas Putin tahun 2014.
Presiden Zelenskyy menegaskan tidak akan mengakui aneksasi Rusia atas Krimea, karena hal itu dianggap ilegal menurut konstitusi negaranya. “Krimea itu tanah kami. Milik rakyat Ukraina yang dirampas Rusia”, tegas Zelenskyy.
Zelenskyy menambahkan kompromi lebih lanjut dari pihak Ukraina, akan dibahas setelah gencatan senjata diberlakukan. “Kami melakukan apa pun yang diusulkan mitra kami, hanya apa yang bertentangan dengan undang-undang dan konstitusi kami, tidak dapat kami lakukan,” jelasnya.
Zelenskyy juga menuntut Amerika Serikat dan sekutu Ukraina lainnya, untuk memberikan “tekanan kuat” kepada Rusia agar menyetujui gencatan senjata, sebagai titik awal menuju kesepakatan damai yang langgeng.
“Saya tidak melihat adanya tekanan kuat terhadap Rusia atau paket sanksi baru terhadap agresi Rusia,” katanya dalam konferensi pers.
Putin Pembohong
Para pemimpin Eropa mengecam Rusia karena masih terus menyerang Ukraina. Mereka mengatakan Ukraina tidak dapat memasuki negosiasi dengan Rusia, tanpa adanya gencatan senjata.
Yang cukup mengejutkan, Presiden Prancis Emmanuel Macron, malah menuding Vladimir Putin seorang pembohong. Di satu sisi Putin mengatakan ingin damai, tapi kenyataan ia tetap terus menyerang Ukraina.
“Satu-satunya hal yang perlu dilakukan adalah agar Presiden Putin akhirnya berhenti berbohong,” kata Macron saat berkunjung ke Madagaskar.
Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen juga mengatakan perdamaian tidak dapat dinegosiasikan di bawah tembakan.
“Kyiv diserang secara brutal oleh Rusia lagi tadi malam”, ujarnya. “Ini pesan yang jelas dari Kremlin: Rusia tidak memiliki minat nyata pada perdamaian”, tambahnya.
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer malah mengatakan Presiden Rusia adalah agresor. “Serangan terhadap Kyiv adalah pengingat nyata Rusia adalah agresor”, ujarnya.(P-Jeffry W)