PRIORITAS, 14/10/25 (Bandung): Dua momentum penting yang waktunya berdekatan, yaitu mengenang seribu hari wafatnya Remy Sylado (12 Desember 2022 – 8 September 2025) dan Hari Pahlawan 10 November 2025, dimanfaatkan “Komunitas 23761 Indonesia” mengusulkan sang legenda seniman besar Indonesia itu untuk menjadi pahlawan nasional.
Hal itu mengemuka saat “Komunitas 23761 Indonesia” menyampaikan rangkaian acara yang dipersiapkan dalam rangka memperingati seribu hari wafatnya sastrawan, pelukis, dan budayawan yang pernah dimiliki Indonesia, Remy Sylado, Senin (13/10/25) di Bandung, Jawa Barat.
Disebutkan, sebagai bagian dari upaya tersebut, “Komunitas 23761 Indonesia” akan menggelar rangkaian acara seni dan diskusi bertajuk “Kegiatan Pameran Seribu Hari Remy Sylado: Perjalanan Meraih Kesenian di Bandung”.
Kegiatan ini menjadi bentuk penghormatan kepada sosok multitalenta tersebut sekaligus upaya untuk mengusulkan Remy Sylado sebagai Pahlawan Nasional di bidang kebudayaan dan kesenian.
Bukan sekadar mengenang
Ketua “Komunitas 23761 Indonesia”, Eleonora Moniung, SH, MH, yang juga keponakan almarhum, menjelaskan bahwa kegiatan ini akan berlangsung selama bulan November di Kota Bandung.
Dihimpun dari berbagai sumber, rangkaian acaranya dimulai dengan diskusi pendahuluan pada 7 November 2025 di SUGU Cafe, dilanjutkan dengan pameran utama di Galeri Tea House Taman Budaya Jawa Barat (Dago) pada 22–29 November 2025.
“Acara ini bukan sekadar mengenang, tapi juga merayakan warisan intelektual dan seni dari almarhum Remy Sylado. Kami ingin mempertemukan para seniman senior dan generasi milenial yang mengagumi karya-karya beliau,” ujar Eleonora.
Advokat senior itu mengungkapkan, rangkaian acara akan diawali dengan diskusi bertema “Mengupas Karya Remy Sylado dari Nilai Seni dan Etika Hukum” pada 7 November pukul 14.00–16.00 WIB.
Diskusi tersebut menghadirkan dua narasumber utama, yakni Yesmil Anwar, SH, MH, yang akan membahas nilai seni dalam karya Remy Sylado, dan Prof. (Emeritus) Dr. Eddy Damian, pakar hukum dan hak cipta yang akan menyoroti aspek perlindungan hukum bagi karya seni.
Ketua Panitia Pelaksana, Erwin Erlangga, menjelaskan bahwa diskusi ini menjadi refleksi intelektual atas karya-karya Remy Sylado. “Beliau bukan hanya sastrawan, tapi juga seorang seniman yang visioner. Lewat tulisan-tulisannya, beliau sudah memotret kondisi sosial dan budaya bangsa bahkan sebelum terjadi,” ujarnya.
Eleonora menambahkan, ide menggelar pameran di Bandung bukan tanpa alasan. “Bandung adalah titik awal perjalanan seni paman saya. Dari sini ia mendirikan komunitas teater, aktif di YPK, hingga kemudian merintis majalah Aktuil yang melegenda di tahun 70-an. Karena itu, kami ingin mengenang beliau dari kota tempat semuanya bermula,” ucapnya, dilansir dari Pikiran Rakyat.
“Komunitas 23761 Indonesia” pimpinan Eleonora Moniung (ketiga dari kanan) didukung Boy Worang (kanan) dan kawan-kawan siap menggelar rangkaian acara seni dan diskusi bertajuk “Kegiatan Pameran Seribu Hari Remy Sylado: Perjalanan Meraih Kesenian di Bandung”. (Ist.)
Sepuluh lukisan asli Remy Sylado
Acara utama berupa pameran seni visual “Seribu Hari Remy Sylado” akan dibuka pada 22 November pukul 16.00 WIB di Galeri Tea House Taman Budaya Jawa Barat, Dago, dan berlangsung hingga 29 November 2025.
Kurator pameran, Dianto, akan menampilkan 10 karya lukisan asli Remy Sylado, beserta novel-novel, desain sampul, serta dokumentasi visi dan pemikiran beliau. Selain karya almarhum, kata Dianto, beberapa seniman turut berpartisipasi, antara lain Lina Paulina, Repi, dan Totan Ramadhan Duki, yang akan menampilkan karya-karya lukisan dan instalasi terinspirasi dari semangat dan gaya khas Remy Sylado.
Di sela pameran, akan digelar pula diskusi buku dan karya sastra Remy Sylado dengan narasumber Boy Worang, Dr. Benny Matindas, dan Ismantur, yang akan membahas filosofi serta pengaruh karya Remy terhadap generasi muda, baik di era pra-digital maupun digital saat ini. Selain itu, panitia juga tengah mempersiapkan workshop seni dan literasi pada 28 November sebagai bagian dari edukasi publik.
Remy Sylado, bernama asli Yapi Tambayong, dikenal sebagai seniman serba bisa: sastrawan, musisi, pelukis, dan jurnalis. Ia menulis banyak karya penting seperti Hotel Prodeo, Ca Bau Kan, dan Kamboja di Atas Batu, serta dikenal melalui puisi-puisi berbahasa campuran yang khas dan berkarakter.
“Bahasa sastra beliau itu sangat halus dan penuh detail. Saat membaca novelnya, kita seperti masuk ke dalam dunia yang dia lukiskan. Itu daya magis karya beliau,” ungkap Dianto.
Melalui pameran ini, “Komunitas 23761 Indonesia” berharap dapat mengedukasi generasi muda agar lebih mengenal tokoh sastra nasional dan menumbuhkan apresiasi terhadap seni dan budaya Indonesia.
“Kami ingin memperkenalkan kembali sosok Remy Sylado sebagai inspirasi lintas generasi. Beliau adalah pahlawan seni dan budaya, yang layak dikenang dan dihargai lebih tinggi,” ujar Eleonora.
Pihak panitia mengajak masyarakat, pelajar, mahasiswa, dan komunitas seni untuk hadir menyaksikan rangkaian kegiatan ini. “Acara ini terbuka untuk umum dan gratis. Kami ingin menjadikannya ruang pertemuan antara generasi lama dan baru dalam dunia seni,” jelas Erwin Erlangga.
Informasi lengkap mengenai jadwal kegiatan, pendaftaran peserta diskusi, dan daftar karya yang dipamerkan dalam rangakain “Kegiatan Pameran Seribu Hari Remy Sylado: Perjalanan Meraih Kesenian di Bandung”, dapat diakses melalui akun resmi Instagram @komunitas23761 dan kanal informasi Taman Budaya Jawa Barat.
Pantas menjadi Pahlawan Nasional
Remy Sylado yang bernama lengkap Yusbal Anak Perang Imanuel Panda Abigael Tambayong adalah seniman besar Indonesia berdarah Minahasa, Sulawesi Utara, kelahiran Makassar 12 Juli 1943. Ayah anak bungsu dari tiga bersaudara itu, Hendrik Tambayong, seorang Penginjil, dan ibunya Juliana Catarina Panda.
Ia yang kemudian menggunakan nama singkat Yapi Tambayong tumbuh dan berkembang sebagai seniman multi-talenta: Sastrawan, musisi, pelukis, jurnalis, dan aktor.
Mengawali karir sebagai seniman di Solo, Jawa Tengah, Remy Sylado mulai diperhitungkan di level nasional tatkala hijrah ke Bandung, Jawa Barat, pada tahun 1970-an lewat “Teater 23761” yang dibentuknya. Nama Remy Sylado sendiri diambil dari notasi musik pada nada pembuka lagu The Beatles “And I Love Her” yaitu 2-3-7-6-1 yang jika dilafalkan berbunyi re-mi-si-la-do.
Suami Maria Louisa itu menghembuskan nafas terakhir pada 12 Desember 2022 di Jakarta karena sakit. Setelah meninggal, berbagai acara diselenggarakan sejumah komunitas yang bersimpati padanya. Salah satunya adalah “Tribute to Remy Sylado” mengenang “100 Hari” wafatnya sang legenda pada 11 Maret 2023 di Bentara Budaya Jakarta.
Acara “Tribute to Remy Sylado” mengenang “100 Hari” wafatnya sang seniman pada 11 Maret 2023 di Bentara Budaya Jakarta. Pada November 2025 akan digelar rangkaian acara mengenang “1000 Hari” kepergian Remy Sylado. (Dok. Sinergi Production)
Acara tersebut digelar Sinergi Production bekerjasama dengan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), dan Bentara Budaya, dengan pengisi acara antara lain Jose Rizal Manua, Tio Pakusadewo, Ermy Kulit, Connie Constantia, Ivan Nestorman, dan Dapur Teater 23761. Salah seorang sahabat dan murid Remy Sylado di “Teater 23761” Bandung, Boy Worang, juga jurnalis Debra Yatim, ikut menyampaikan testimoni mereka tentang Remy Sylado. Dalam acara tersebut, terkumpul sejumlah dana hasil lelang lukisan Remy Sylado yang diserahkan kepada istri mendiang, Maria Louisa.
Tak terhitung pencapaian yang sudah ditorehkan Remy Sylado sepanjang karirnya di bidang kebudayaan. Ia menulis lebih dari 50 novel yang semuanya penuh makna dan mendapat pengakuan. Salah satunya, Kerudung Merah Karmizi, mendapat anugerah Khatulistiwa Award 2002. Novel tersebut berisi sepenggal kisah asmara di bawah penindasan Orde Baru.
Dalam bidang teater, Remy Sylado telah memestaskan berbagai cerita, sebagai pelukis ia juga menghasilkan karya-karya spektakuler, dan sebagai aktor Remy Sylado pernah menjadi nominator Piala Citra dalam perannya di film “2 dari 3 Laki-laki”. Terkahir, Remy Sylado menjadi pemeran dalam film “Senjakala di Manado” yang seluruh dialognya menggunakan bahasa Manado.
“Kontribusi Remy Sylado di bidang kebudayaan Indonesia tak ternilai. Ia telah mewarnai perjalanan sejarah kebudayaan Indonesia melalui talenta yang luar biasa, Oleh karena itu, Remy Sylado pantas menjadi pahlawan nasional di bidang kebudayaan dan kesenian,” kata Tedy A. Matheos, Sekretaris Jenderal DPP Gerakan Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP), yang mengaku pernah berguru pada sang maestro, bukan hanya soal seni-budaya tapi juga tentang falsafah kehidupan.
Tedy mengatakan, GPPMP di bawah pimpinan Ketua Umum Jeffrey Rawis siap mendukung upaya pengajuan Remy Sylado menjadi pahlawan nasional melalui Kementerian Sosial (Kemensos). Disebutkannya, GPPMP sudah cukup berpengalaman dalam soal dukungan pengajuan pahlawan nasional. Salah satu usulan ke Kemensos yang didukung GPPMP adalah menjadikan tokoh pergerakan dalam peristiwa heroik 14 Februari 1946 di Manado, Bernard Wilhelm Lapian (BW Lapian) sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2015. (P-ht)
No Comments