PRIORITAS, 13/8/25 (Jakarta): Anthoni Salim dan keluarganya dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Mereka sukses mengelola jaringan bisnis besar yang tersebar di berbagai sektor. Manuver mereka kerap menjadi kekuatan penggerak di pasar saham domestik.
Grup Salim mengendalikan sejumlah emiten besar di Tanah Air. Mereka bergerak di bidang barang konsumsi, perbankan, perkebunan, hingga pertambangan. Kekayaan dan pengaruh mereka terus melebar seiring waktu.
Generasi pertama keluarga ini, Sudono Salim alias Liem Sioe Liong, pernah menjadi pemegang saham utama bank terbesar di Indonesia saat ini, yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Namun, saat krisis moneter 1998 menerpa, Grup Salim kehilangan mayoritas saham di BBCA.
Saat itu, bank dengan aset Rp1.228 triliun ini terkena bank run. Berita bohong soal meninggalnya Sudono Salim dan kerusuhan Mei 1998 membuat nasabah panik menarik dananya. Likuiditas BBCA menipis drastis sehingga pemerintah mengambil alih dan menyuntik modal lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Akhirnya, kendali BBCA beralih ke Grup Djarum, yang dikuasai keluarga Hartono, melalui PT Dwimuria Investama Andalan. Meski kehilangan salah satu aset besar ini, Grup Salim tetap kokoh dan bahkan berkembang berkat ekspansi dan diversifikasi bisnis.
Dua emiten besar konsumer
Di dunia konsumer, Grup Salim paling dikenal lewat dua emiten besar, yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usahanya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Indofood memegang lebih dari 80 persen saham ICBP, yang memproduksi banyak makanan dan minuman populer di Indonesia.
Produk Indofood mencakup mie instan seperti Indomie dan Pop Mie, susu Indomilk, camilan Chitato dan Qtela, serta bumbu masak dengan merek Indofood. Ada juga produk makanan bayi SUN, air mineral Club, dan minuman rasa kemasan Ichi Ocha.
Selain produk jadi, Indofood juga mengelola bahan makanan seperti gandum dengan merek Cakra Kembar, Segitiga Biru, Kunci Biru, dan Taj Mahal. Mereka juga menguasai bisnis minyak goreng dan margarin dengan merek ternama seperti Bimoli, Delima, Happy, Palmia, dan Amanda.
Sebagai induk perusahaan, INDF dimiliki oleh keluarga Salim sekitar 50 persen lewat perusahaan investasi yang terdaftar di Bursa Hong Kong, First Pacific Co. Grup Salim menguasai lebih dari 40 persen saham First Pacific, yang kapitalisasi pasarnya mencapai HKD 12,51 miliar.
Miliki Sari Roti
Selain Indofood, Grup Salim juga mengendalikan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI), produsen roti merek Sari Roti. Keluarga Salim memegang hampir 26 persen saham ROTI lewat PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET).
Mereka juga memiliki porsi besar di Fast Food Indonesia (FAST), pengelola KFC di Tanah Air, dengan kepemilikan sekitar 36 persen lewat DNET. Ini menunjukkan diversifikasi Grup Salim di sektor makanan dan minuman sangat luas.
Di bidang perkebunan sawit, Grup Salim menguasai PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). SIMP memiliki saham mayoritas LSIP hampir 60 persen. Selain itu, mereka juga aktif di industri otomotif lewat PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) dan anak usahanya PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS).
Sekitar 92 persen saham IMJS dipegang IMAS, yang hampir separuh sahamnya dimiliki oleh Gallant Venture, perusahaan publik di Singapura yang dikendalikan keluarga Salim bersama Grup Parallax. Kapitalisasi pasar Gallant Venture mendekati SGD 732,3 juta.
Jajal konstruksi dan infrastruktur
Grup Salim juga berinvestasi di sektor konstruksi dan infrastruktur. Melalui PT Nusantara Infrastructure Tbk (META), mereka mengendalikan PT Metro Pacific Tollways Indonesia sebesar 74,65 persen. Perusahaan ini anak usaha Metro Pacific Investment Corporation (MPIC), grup publik di Filipina yang juga dikuasai keluarga Salim.
Energi juga menjadi fokus. Grup Salim memiliki 21,46 persen saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) lewat Diamond Bridge, perusahaan Singapura milik keluarga ini. MEDC dikelola oleh Arifin Panigoro, mitra bisnis Salim.
Selain itu, mereka masuk di bisnis pusat data melalui PT DCI Indonesia Tbk (DCII). Saham DCI yang pernah dimiliki Anthoni Salim bertambah hingga 11,12 persen. DCI dikenal sebagai salah satu saham fenomenal di pasar modal Indonesia dengan kapitalisasi pasar yang sempat menyentuh Rp100 triliun.
Di sektor keuangan, keluarga Salim memiliki perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun, PT Indolife Pensiontama. Lewat Indolife, mereka memegang saham PT Bank Mega Tbk (MEGA) milik Chairul Tanjung sebesar 4,74 persen dan sekitar 6 persen saham digital bank PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI).
Dua dekade setelah kehilangan kendali BBCA, keluarga Salim kini mengendalikan PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA). Pada Januari 2020, mereka resmi menjadi pemegang saham pengendali bersama Pieter Tanuri, pemilik Bali United, dengan kepemilikan keluarga Salim lewat Indolife mencapai 22,83 persen.
Gurita bisnis di media
Tak hanya itu, keluarga Salim juga menancapkan bisnis di teknologi dan media. Anthoni Salim memiliki 9 persen saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), yang dikelola oleh Eddy Kusnadi Sariaatmadja.
Mereka pun merambah sektor tambang lewat dua emiten yang terkait Grup Bakrie, yakni PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan anak usahanya PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). Grup Salim masuk melalui Mach Energy (Hongkong) Limited (MEL), yang menguasai hampir 46 persen saham BUMI.
Struktur saham MEL melibatkan PT Bakrie Capital Indonesia, Clover Wide Limited, dan Mach Energy (Singapore) Pte. Ltd., yang dikendalikan langsung Anthoni Salim. Untuk BRMS, mereka menggunakan Emirates Tarian Global Ventures SPV dengan kepemilikan 25,10 persen.
Terbaru, Grup Salim juga menjadi pemegang saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), perusahaan tambang emas dan tembaga yang melantai pada Juli 2023. Saham AMMN melonjak lebih dari 300 persen sejak IPO dan memiliki kapitalisasi pasar hampir Rp500 triliun.
Kuasai tambang emas
Grup Salim masuk ke AMMN lewat PT Sumber Gemilang Persada (SGP) dan kepemilikan tidak langsung lewat Medco dan Diamond Bridge. Selain itu, mereka terafiliasi melalui PT Pesona Sukses Cemerlang (PSC), milik bos pengelola KFC dan beberapa figur penting Grup Salim.
Secara total, Grup Salim memegang sekitar 44 persen saham AMMN, dan jika digabung dengan kongsi lain seperti keluarga Panigoro dan Agus Projo, penguasaan saham mendekati 75 persen.
Semua emiten yang terafiliasi dengan Grup Salim, baik yang dimiliki secara langsung atau tidak, membentuk kekuatan ekonomi raksasa. Kapitalisasi pasar gabungan mereka menembus angka ribuan triliun rupiah dan memegang porsi besar di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Dengan jaringan bisnis yang begitu luas, tak heran jika manuver Grup Salim selalu menjadi sorotan dan penggerak utama pasar modal Indonesia. (P-Khalied M)