PRIORITAS, 17/7/25 (Canberra): Penegak hukum Australia telah menyita lebih dari 10 juta rokok elektrik, vape, sejak larangan impor berlaku.
“Lebih dari 10 juta vape telah disita sejak keluar aturan yang melarang produk tersebut”, kata Asisten Komisaris Otoritas Barang Terapi dan Pasukan Perbatasan Australia (ABF), Tony Smith, seperti dikutip Beritaprioritas.com dari ABC News, hari Kamis (17/7/25).
Pemerintah federal mengatakan produk vape yang disita itu, nilai jalanannya hampir setengah miliar dolar.
Undang-undang baru yang melarang impor Vape, mulai berlaku pada awal tahun 2024 atau 18 bulan lalu
Pemerintah federal mengatakan meski beberapa produk masih masuk melalui perbatasan, undang-undang telah mempersulit orang untuk mendapatkan vape sekali pakai.
Penelitian juga menunjukkan semakin sedikit anak muda Australia menggunakan vape, akibat adanya undang-undang larangan vape tersebut.
Pada tahun lalu, reformasi lain juga telah dilakukan seperti membatasi penjualan vape ke apotek dan melarang iklan vaping.
Asisten Komisaris ABF, mengatakan pihak berwenang bertekad untuk terus menghentikan perdagangan Vape.
“Ini adalah pasar yang menyasar komunitas kita, termasuk anak-anak kita,” katanya.
Menurut dia, perdagangan Vape, mengirimkan keuntungan ke tangan kejahatan terorganisir.
Keuntungan itu juga digunakan untuk menyebabkan kerusakan lebih lanjut melalui taktik intimidasi, pembakaran, senjata api, narkoba, dan bahkan kejahatan dunia maya.
Larangan vape “terkemuka di dunia” dari pemerintah Persemakmuran diperkirakan makin dipertegas minggu depan.
Asisten Komisaris Smith mengatakan ABF telah meningkatkan kerjasama ‘pemberantasan vape’ dengan negara-negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara.
ABF juga memiliki petugas yang bekerja di Inggris, Thailand, dan Hong Kong, untuk membendung aliran produk vaping ilegal yang masuk ke Australia.
“Pada tahun anggaran lalu, petugas ABF rata-rata melakukan 120 deteksi per hari, yang berkontribusi terhadap 10 juta vape, 2,5 miliar batang rokok, dan 435 ton tembakau ilegal,” ujarnya.
Pengguna berkurang
Penelitian yang didanai pemerintah dari Dewan Kanker dan Universitas Sydney menemukan semakin berkurang anak muda menggunakan vape.
Proyek Penelitian Generasi Vape melakukan survei anonim terhadap 3.000 warga muda Australia.
Hal ini menunjukkan dari tahun 2023 hingga pertengahan tahun 2025, tingkat vaping di kalangan usia 18 hingga 24 tahun turun dari 20 menjadi 18 persen.
Dari tahun 2023 hingga akhir tahun 2024, jumlah remaja berusia 14 hingga 17 tahun yang menggunakan vape menurun dari 18 persen menjadi 15 persen.
Survei tersebut juga menemukan jumlah remaja berusia 14 hingga 17 tahun yang tidak pernah merokok atau bahkan menghisap rokok sedikit pun, berada pada tingkat tertinggi yang pernah tercatat, yakni 94 persen.
“Tingkat puncak penggunaan vape tampaknya sudah berlalu,” kata Profesor Becky Freeman dari Universitas Sydney.
Ia mengatakan anak muda dulunya beranggapan vaping tidak berbahaya dan dianggap berbeda dengan “rokok bau kakekmu”, tetapi sikap tersebut telah berubah.
“Mereka malu dengan kenyataan bahwa mereka kecanduan,” kata Dr. Freeman.
Vape mematikan
Vape adalah rokok elektrik yang dapat menghasilkan asap seperti rokok pada umumnya.
Bahaya vape bagi kesehatan sering kali disepelekan, karena rokok elektrik itu dianggap lebih aman daripada rokok tradisional terbuat dari tembakau yang dilinting.
Padahal, meskipun tidak mengandung tembakau, vape tetap memiliki beragam zat kimia yang dapat membahayakan tubuh hingga berujung kematian.
World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia, sudah lama memperingatkan bahaya vape yang mematikan.
Bahaya vape menurut WHO berasal dari kandungan nikotin dan zat beracun lainnya, yang bisa berdampak bagi pengguna maupun non-pengguna vape.
Beberapa dampak tersebut termasuk perkembangan otak pada anak dan remaja, meningkatkan risiko penyakit jantung, dan gangguan paru-paru.
Diasetil dan Acrolein
Bagi anak muda, Vape memang memiliki daya tarik tersendiri dibandingkan rokok, yaitu rasa manis saat menghisapnya.
Selain itu, uap vape yang dihembuskan berbau harum, berbeda dengan asap rokok yang cenderung berbau tidak sedap.
Namun, di balik daya tarik tersebut, terkandung lebih 75% zat perisa diasetil, yang berpotensi menyebabkan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Menurut American Lungs Association atau Asosiasi Paru Amerika, kandungan acrolein di dalam vape umumnya digunakan untuk membunuh gulma atau tanaman hama dan dapat menyebabkan asma, cedera paru-paru akut serta PPOK.
Selain itu, vitamin E asetat yang terdapat dalam vape juga diyakini sebagai pemicu kerusakan paru-paru atau disebut juga dengan E-cigarette or Vaping product use – Associated Lung Injury (EVALI).
Kondisi ini ditandai dengan nyeri dada, sesak napas, dan dapat berujung pada gagal napas.
Bahaya vape juga dapat memengaruhi perkembangan otak permanen bagi remaja dan dewasa muda, terutama yang berusia di bawah 25 tahun.
Hal ini terjadi karena vape memiliki kandungan nikotin yang dapat memperlambat perkembangan otak (P-Jeffry W)