PRIORITAS, 10/6/25 (Jakarta): Susu yang didistribusikan untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) minimal mengandung 20 persen susu segar dalam negeri. Hal itu ditegaskan Tim Pakar Susu Badan Gizi Nasional (BGN) dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Epi Taufik.
Ia menjelaskan, syarat minimum 20 persen kandungan susu segar dalam negeri berdasarkan pemikiran bahwa susu segar tersebut diproduksi para peternak sapi perah rakyat. Dengan demikian, produksi mereka akan terserap, dan semangat produksi juga akan terdorong.
Dicuplik dari “podcast” Epi Taufik di Jakarta pada Selasa (10/6/25), ia mengatakan, pendistribusian susu disesuaikan dengan tiga kelompok sasaran MBG, yakni balita non-PAUD, ibu hamil dan menyusui, serta anak sekolah mulai dari jenjang TK-SMA.
Dijelaskannya, untuk tingkat PAUD hingga SD, susu yang diberikan per anak harus 115 ml tiap harinya, sedangkan untuk SMP-SMA sebanyak 125 ml.
Ia menyarankan, untuk balita non-PAUD, ibu hamil dan menyusui, agar mengikuti peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang pertumbuhan formula lanjutan dan minuman khusus ibu hamil dan menyusui. “Kemudian untuk siswa PAUD-SMA, ada dua jenis susu olahan yang diberikan, yakni pasteurisasi dan UHT,” ujarnya.
Menurut Epi Tafik, jenis susu pasteurisasi dan UHT memiliki keunggulan masing-masing. Susu pasteurisasi pemanasannya cenderung minimum, tetapi lebih segar, sehingga harus disimpan dalam kondisi dingin karena mudah busuk.
Untuk susu UHT, katanya, secara logistik lebih mudah untuk pendistribusiannya, karena telah disajikan dalam bentuk kemasan dan sudah diolah secara massal oleh industri.
“Jadi untuk Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) yang mengolah susu sendiri, akan dikelola koperasi/UMKM dan dikirim ke sekolah. Kalau pasteurisasi ada peternak, koperasi, dan UMKM. Kalau UHT, ada peternak yang mengirim susu ke pabrik, karena UHT kan mesinnya harus industri,” paparnya.
Tim pakar MBG itu menegaskan, BGN akan terus melakukan sosialisasi kepada seluruh kepala SPPG terkait pengadaan susu ini, dan memastikan seluruh SPPG memiliki fasilitas memadai untuk menyimpan susu.
“Semua pengadaan bahan baku di SPPG, Kepala SPPG-lah yang melakukan pengadaan. Kami akan sosialisasi pengadaan ini kepada Kepala SPPG, harus memiliki spesifikasi yang ditetapkan BGN,” tuturnya.
Namun demikian, Epi mengakui selama ini masih ada tantangan yang dihadapi terkait pengadaan susu untuk Program MBG, termasuk kebutuhan produk susu karena Indonesia saat ini masih baru bisa memenuhi 20 persen.
“Sebelum MBG saja, kebutuhan susu kita hanya bisa memenuhi 20 persen. Nah, kita ingin melalui program ini, dengan negara yang mengeluarkan uang atau membeli setiap saat, maka tentu kita tidak ingin uang pajak dari rakyat untuk membeli produk impor, tetapi untuk memacu produksi dalam negeri. Untuk itu, indikator susu segar dalam negeri tadi harus ada,” tutur Epi Taufik. (P-ht)