PRIORITAS, 3/2/25 (Jakarta): Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian hari ini dipanggil Komisi II DPR RI terkait dengan pengunduran jadwal pelantikan kepala daerah pada 18-20 Februari mendatang. Mendagri dinilai menyalahi aturan karena tidak melibatkan DPR.
Disebut anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha, rencana pengunduran pelantikan kepala daerah pada 18-20 Februari 2025 itu menyalahi aturan, karena tidak melibatkan Komisi II DPR RI dalam penentuan jadwal.
“DPR RI (Komisi II) tidak dilibatkan dalam pemunduran jadwal. Ini menyalahi aturan, bahwa semua terkait kepemiluan harus melibatkan DPR dan mitra kerja,” jelas Toha dalam keterangannya di Jakarta, Senin (3/2/25).
Ini keputusan sepihak Kemdagri
Ditegaskannya, pengunduran jadwal pelantikan kepala daerah tidak sesuai dengan keputusan rapat antara Komisi II dengan pemerintah dan penyelenggara Pemilu. Oleh karena itu, pengunduran tersebut merupakan keputusan sepihak Kemendagri.
Rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 22 Januari 2025 lalu, Komisi II DPR RI bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, menyimpulkan, pelantikan sebanyak 296 kepala daerah terpilih hasil Pilkada serentak 2024 yang tidak ada sengketa MK dilaksanakan pada 6 Februari 2025 di Ibu Kota Negara oleh Presiden.
Memang diakui Toha, kesimpulan RDPU itu mengabaikan Putusan MK No.27/PUU-XXII/2024 yang menyatakan, pelantikan kepala daerah secara serentak dilakukan setelah MK menyelesaikan perselisihan hasil pilkada untuk perkara yang tidak dapat diterima dan ditolak.
“Kecuali bagi daerah-daerah yang dalam sengketa di MK diputuskan pelaksanaan pemilihan ulang, atau pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang,” katanya.
Untuk Putusan MK ini, sebelum RDPU digelar, menurut Toha, pihaknya telah meminta agar RDPU patuh terhadap Putusan MK, meskipun Putusan MK terkait Oemilu atau pilkada kategori open legal policy, atau DPR dapat melakukan constitutional engenering, selama tidak berlawanan UUD 1945.
Pada kesimpulan RDPU juga berusaha menganulir Perpres Nomor 80 Tahun 2024 yang memerintahkan pelantikan gubernur dan wakil gubernur hasil Pilkada serentak 2024 akan dilaksanakan secara serentak pada 7 Februari 2025. Untuk pelantikan bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota akan berlangsung serentak pada 10 Februari 2025.
Sebagaimana ketentuan dasar pelantikan termaktub dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada. a) Pasal 163 (1), “Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik Presiden di Ibu Kota Negara,’ b) Pasal 164 (1) “Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dilantik (serentak) oleh Gubernur di Ibu Kota Provinsi masing-masing,” c) Pasal 164B, “Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dapat melantik Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak.
Dalam hal Pasal 164 (1) dan Pasal 164B, Toha mengusulkan Pelantikan Gubernur, Bupati, Walikota dan Wakilnya dilakukan secara serentak oleh Presiden di Ibu Kota Negara. Dengan alasan, efisiensi anggaran negara, serta efektifitas kinerja pusat dan daerah.
Hanya saja ketika RDPU memutuskan pelantikan kepala daerah dilakukan secara bertahap dan dimulai pada 6 Februari bagi kepala daerah yang tidak bersengketa di MK, pihaknya mengikuti putusan itu.
Diundur tanpa dibahas dulu
Namun, Kemendagri tiba-tiba berencana mengundurkan jadwal pelantikan pada 18-20 Februari tanpa membahas perubahan itu dengan Komisi II.
“Itu jelas menyalahi aturan. Untuk itu, kami panggil Mendagri agar menjelaskan rencana pengunduran jadwal pelantikan,” urai legislator asal Dapil Jawa Tengah V ini.
Lebih lanjut ditambahkan Toha, kabarnya MK berencana membacakan putusan dismissal untuk 310 sengketa hasil Pilkada Serentak 2024 pada 4 dan 5 Februari 2025.
Toha mengatakan, perlu dipikirkan sedari awal nasib daerah yang berdasarkan putusan MK harus melakukan PSU atau Pilkada ulang, termasuk dua daerah yang akan menyelenggarakan pilkada ulang akibat kalah dengan kotak kosong.
Karena itu dirinya mengusulkan agar pelantikan diserentakkan untuk tahap kedua. Selain itu, konsekuensi dari perubahan UU Pilkada agar pada keberkalaan 5 tahunan selanjutnya (Pilkada 2029) derah-daerah yang mengikuti pelantikan serentak tahap II, akan ikut pilkada serentak dengan pelantikan serentak tahap I.
“Usulan ini dimaksudkan agar tidak lagi mengacaukan Keserentakan Pilkada Nasional yang telah dirancang dalam 5 gelombang (2015, 2017, 2018, 2020, 2014),” jelasnya seperti dilansir dari Antara. (P-Armin M)