PRIORITAS, 25/3/25 (Tel Aviv): Serangan udara terbaru pasukan Israel ke Jalur Gaza, hari Senin waktu setempat (Selasa waktu Indonesia) menyebabkan 65 orang tewas termasuk wartawan televisi Al-Jazeera Qatar dan seorang jurnalistik lepas. Mereka terbunuh ketika sedang melakukan liputan di wilayah rawan terjadi serangan pemboman di Gaza Utara.
Persatuan Jurnalis Palestina mengatakan dua wartawan itu adalah Mohammad Mansour dan Hussam Shabat. Mereka tewas ketika kendaraan yang ditumpangi terkena serangan bom. Demikian seperti dikutip Beritaprioritas.com dari CBC News, hari Selasa (25/3/25).
Shabat adalah salah satu dari enam wartawan Palestina di Al Jazeera, yang dituduh militer Israel pada bulan Oktober 2024 atas keterlibatannya dengan kelompok militan Hamas atau Jihad Islam.
Al Jazeera menyebut tuduhan tersebut “tidak berdasar” pada saat itu, dan mengatakan militer Israel justru berusaha membungkam beberapa wartawan, yang tersisa di daerah kantong Gaza tersebut.
Sedikitnya 206 wartawan telah tewas akibat perang Israel-Hamas di Gaza sejak awal Oktober 2023, saat konflik meletus. Belum ada komentar langsung dari pihak Israel.
Pejabat kesehatan mengatakan Israel telah membunuh hampir 700 warga Palestina sejak melanjutkan serangan terbarunya, termasuk sedikitnya 400 wanita dan anak-anak.
Sudah ada firasat
Wartawan Al-Jazeera, Shabat, Ā tampaknya sudah mempunyai firasat akan terbunuh dalam perang. Ia bahkan sudah menulis surat sebelum pergi meliput di area perang di Jalur Gaza.
Beberapa jam setelah Shabat terbunuh, rekannya membagikan pernyataan yang dia tulis sebelum kematiannya.
“Saat semua ini dimulai, saya baru berusia 21 tahun ā seorang mahasiswa dengan impian seperti orang lain,” demikian bunyi pernyataan Shabat yang dibagikan di platform media sosial X.
“Saya mempertaruhkan segalanya untuk melaporkan kebenaran, dan sekarang, saya akhirnya merasa tenang ā sesuatu yang belum pernah saya ketahui dalam 18 bulan terakhir”, tulisnya.
Warga Palestina bereaksi di lokasi serangan Israel, yang menewaskan wartawan Hossam Shabat. Ia adalah salah satu dari dua wartawan yang tewas dalam serangan Israel selama 24 jam terakhir.
Militer Israel mengatakan pasukannya juga telah menembaki sebuah gedung milik Palang Merah di kota Rafah, Gaza selatan akibat kesalahan identifikasi. Kantor milik organisasi bantuan tersebut rusak oleh proyektil peledak.
Komite Palang Merah Internasional mengatakan tidak ada seorang pun yang terluka, tetapi serangan itu berdampak langsung pada kemampuannya untuk beroperasi.
Militer Israel mengakui pasukannya telah menembaki gedung tersebut, setelah mengidentifikasi tersangka dan merasakan adanya ancaman. Setelah pemeriksaan, ternyata identifikasi tersebut salah. Dikatakan insiden tersebut akan diselidiki.
Proposal baru
Serangan terbaru yang menewaskan dua wartawan itu terjadi saat pemerintah Mesir mengusulkan kesepakatan gencatan senjata baru. Mesir telah mengajukan proposal baru yang ditujukan untuk memulihkan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Usulan yang diajukan itu setelah Israel kembali melanjutkan operasi udara dan darat di Gaza Selasa pekan lalu (18/3/25), yang secara efektif mengakhiri periode dua bulan relatif tenang.
Rencana Mesir menyerukan Hamas untuk membebaskan lima sandera Israel setiap minggu, dengan Israel melaksanakan fase kedua gencatan senjata setelah minggu pertama.
Hamas hingga kini masih menyandera 59 orang Israel. Sebanyak 35 orang diduga sudah tewas dan hanya 24 di antaranya diperkirakan masih hidup.
Sumber militer Mesir mengatakan AS maupun kelompok militan Hamas sudah menyetujui proposal tersebut, tetapi Israel belum menanggapi.
Pejabat Palestina pada hari Minggu memperkirakan jumlah korban tewas akibat konflik selama hampir 18 bulan mencapai lebih dari 50.000 orang.
Israel melancarkan serangannya ke Jalur Gaza setelah Hamas dan kelompoknya menyerbu Israel selatan pada 7 Oktober 2023, menewaskan 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera lebih dari 250 orang(P-Jeffry W)