PRIORITAS, 27/5/25 (Washington): Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa mereda sementara. Semua bermula dari satu panggilan telepon antara dua pemimpin lintas benua.
Presiden AS Donald Trump, yang sebelumnya mengancam akan memberlakukan tarif sebesar 50 persen terhadap barang-barang dari Uni Eropa mulai 1 Juni 2025, akhirnya menyetujui perpanjangan tenggat waktu tersebut hingga 9 Juli 2025.
Keputusan itu ia sampaikan usai berbicara langsung lewat sambungan telepon dengan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, pada Minggu (25 5/25). Dalam unggahan di platform Truth Social, Trump menyebut perpanjangan itu sebagai bentuk goodwill terhadap Eropa.
Trump tunda tarif Eropa
“Permintaan perpanjangan itu disampaikan langsung oleh von der Leyen dalam pembicaraan kami. Pembicaraan (AS-Uni Eropa) akan segera dimulai,” tulis Trump.
Trump juga menyebut, pemberian waktu tambahan itu merupakan sebuah “keistimewaan”, menunjukkan meskipun ia bersikap keras soal perdagangan, masih ada ruang diplomasi di antara kedua pihak.
Von der Leyen respons cepat
Von der Leyen membenarkan percakapan tersebut berlangsung dan menyatakan kesiapan Eropa untuk bergerak cepat.
“Untuk mencapai kesepakatan yang baik, kami membutuhkan waktu hingga 9 Juli,” ujar von der Leyen. Ia menegaskan bahwa Uni Eropa akan bertindak “cepat dan tegas” dalam proses negosiasi selanjutnya.
Sikap ini menunjukkan Brussels menanggapi ancaman Trump dengan serius, sekaligus berusaha meredakan konflik yang bisa mengganggu stabilitas ekonomi global.
Negosiasi AS-UE segera
Sebelum perpanjangan diberikan, Trump secara terbuka mengancam akan menaikkan tarif impor dari Uni Eropa, dengan alasan praktik perdagangan yang dianggap merugikan perusahaan-perusahaan AS.
Pertukaran pernyataan dan telepon antara kedua belah pihak kini membuka jalan bagi dimulainya kembali negosiasi yang sempat terhenti. Meski tensi mereda, perbedaan tajam terkait subsidi, tarif, dan regulasi tetap menjadi hambatan utama.
Dengan waktu tambahan ini, Washington dan Brussels punya peluang untuk menyusun ulang strategi dagang yang lebih adil dan seimbang. Dunia kini menanti, apakah diplomasi akan mengalahkan konfrontasi. (P-Khalied M)