PRIORITAS, 29/5/25 (Seoul): Lee Jae-myung kembali memimpin politik Korea Selatan meski dihantam serangan, hukum, dan konflik. Perjalanan politik Lee Jae-myung penuh liku dan kejutan. Ia melewati luka akibat serangan pisau, situasi darurat militer, dan gugatan hukum demi mewujudkan cita-citanya menjadi presiden Korea Selatan.
Calon dari Partai Demokrat ini memimpin dengan selisih jauh dalam berbagai survei menjelang Pemilu cepat 3 Juni 2025, yang digelar usai penggulingan Yoon Suk Yeol karena percobaan darurat militer pada Desember lalu.
“Virus” politik yang sempat menyerang sistem Korea Selatan tak membuat Lee gentar. Ia justru mengajak rakyat bersatu mengusirnya, seperti yang pernah ia sampaikan kepada Reuters, seperti dikutip Beritapriortas.
Masa kecil berat
Sebelumnya, Lee pernah mengalami masa kecil berat sebagai buruh anak di pabrik kimia. Cedera yang dialaminya hingga kini menjadi alasan kuat perjuangannya fokus pada keadilan sosial dan kesetaraan ekonomi.
Sebelum terjun ke politik, ia meniti karier sebagai pengacara hak asasi dan buruh. Jabatan Wali Kota Seongnam pada 2010 membuka jalan untuk kariernya yang lebih tinggi.
Pemilu 2017 memperlihatkan popularitasnya meningkat, meskipun kalah tipis dari Yoon. Tahun berikutnya, ia terpilih sebagai Gubernur Gyeonggi-do, provinsi terpadat di Korea Selatan.
Seiring waktu, pesan populis Lee makin menggaung di tengah ketidakpuasan masyarakat terhadap masalah rumah, lapangan kerja, dan korupsi yang merajalela.
Dalam masa jabatannya di DPR Korea Selatan sebagai pemimpin oposisi, ia menjadi lawan utama Yoon. Yoon bahkan menolak bertemu dan mengklaim mengalami “hambatan luar biasa” hingga memutuskan darurat militer yang akhirnya memakzulkan dirinya.
Sebelum Pemilu, Lee diserang dengan pisau oleh seorang pria yang kemudian divonis penjara 15 tahun atas percobaan pembunuhan.
Kini, Lee mengubah strategi politiknya dengan menyesuaikan beberapa janji populis menjadi kebijakan lebih moderat yang ramah bisnis.
Ia menghadapi sejumlah kasus hukum dan skandal, termasuk dugaan pelanggaran aturan pemilu dan skandal properti besar bernilai miliaran dolar. Meski semua tuduhan itu dibantahnya, proses hukum tetap berjalan dan menjadi sorotan utama menjelang pemilu. (P-Khalied Malvino)