Jakarta, 13/3/20 (SOLUSSInews.com) – Pemerintah menaruh perhatian besar untuk terus berupaya mendorong kinerja ekonomi domestik di tengah penyebaran virus corona atau Covid-19.
Terkait itulah, pemerintah mengeluarkan kebijakan stimulus kedua, baik itu stimulus fiskal maupun nonfiskal.
Sebelumnya pada 25 Februari 2020, pemerintah juga telah mengeluarkan stimulus pertama senilai Rp10,2 triliun.
“Dampak terhadap sektor ekonomi tentu tidak dapat dielakkan lagi. Pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan terkontraksi semakin dalam. Untuk itu, pemerintah memerhatikan isu-isu yang memerlukan kebijakan khusus,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers tentang Stimulus Ekonomi Kedua Penanganan Dampak COVID-19, di gedung Kemko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/20).
Relaksasi pajak
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, stimulus fiskal pertama ialah relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21).
Relaksasi diberikan melalui skema PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 100 persen atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp200 juta pada sektor industri pengolahan (termasuk Kemudahan Impor Tujuan Ekspor/KITE dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor–Industri Kecil dan Menengah/KITE IKM).
“PPh DTP ini diberikan selama enam bulan, terhitung mulai April hingga September 2020. Nilai besaran yang ditanggung pemerintah sebesar R 8,60 triliun. Dengan relaksasi ini, diharapkan para pekerja di sektor industri pengolahan tersebut mendapatkan tambahan penghasilan untuk mempertahankan daya beli,” kata Sri Mulyani.
Stimulus kedua, yaitu relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (PPh Pasal 22 Impor). Relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE IKM.
Pembebasan PPh Pasal 22 Impor juga diberikan selama enam bulan terhitung mulai April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp 8,15 triliun. Menkeu menyampaikan kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor).
Ketiga ialah relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25). Relaksasi diberikan melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak KITE, dan Wajib Pajak KITE-IKM selama 6 bulan terhitung mulai April hingga September 2020 dengan total perkiraan pengurangan sebesar Rp 4,2 triliun.
Mengenai stimulus keempat, yaitu, relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Relaksasi diberikan melalui restitusi PPN dipercepat (pengembalian pendahuluan) bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE-IKM. Restitusi PPN dipercepat diberikan selama 6 bulan, terhitung mulai April hingga September 2020 dengan total perkiraan besaran restitusi sebesar Rp 1,97 triliun.
Sri Mulyani mengatakan tidak ada batasan nilai restitusi PPN khusus bagi para eksportir, sementara bagi para non-eksportir besaran nilai restitusi PPN ditetapkan paling banyak Rp 5 miliar. Dengan adanya percepatan restitusi, Wajib Pajak dapat lebih optimal menjaga likuiditasnya.
Ke-19 sektor yang mendapatkan fasilitas ini yaitu industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia; industri alat angkutan lainnya; industri makanan; industri logam dasar; industri kertas dan barang dari kertas; industri minuman; industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional; industri kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer; industri karet, barang dari karet dan plastik; industri barang galian bukan logam; industri pakaian jadi; industri peralatan listrik; industri tekstil; industri mesin dan peralatan YTDL; industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya; industri pencetakan dan reproduksi media rekaman; industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki; industri furniture; industri komputer, barang elektronik dan optik. (S-BS/jr)