Presiden Rusia, Vladimir Putin. (Dok/AFP)PRIORITAS, 24/10/25 (Jakarta): Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (24/10/25) menegaskan penolakannya setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjatuhkan sanksi terhadap dua raksasa minyak Rusia, Rosneft serta Lukoil. Kebijakan tersebut bertujuan menekan Kremlin agar menghentikan perang di Ukraina, namun justru memicu lonjakan harga minyak dunia hingga lima persen.
Mengutip laporan Reuters, sanksi itu membuat perusahaan minyak nasional Tiongkok menghentikan sementara pembelian minyak dari Rusia. Di sisi lain, kilang-kilang India yang selama ini menjadi pembeli utama minyak Rusia lewat jalur laut berencana memangkas impor mereka secara signifikan.
Tindakan terhadap Rosneft dan Lukoil—yang menyumbang lebih dari lima persen produksi minyak global—menunjukkan perubahan sikap tajam dari Trump, yang sebelumnya berencana menggelar pertemuan puncak dengan Putin di Budapest guna membahas upaya penyelesaian konflik Ukraina.
Meski dampak ekonomi terhadap Rusia diperkirakan masih terbatas dalam waktu dekat, langkah tersebut menjadi sinyal tegas, Trump berupaya menekan sumber pendanaan Rusia agar Kremlin mau mempertimbangkan perundingan damai atas invasi yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.
Putin menilai sanksi baru itu sebagai tindakan bermusuhan dan memperkirakan pengaruhnya terhadap ekonomi Rusia akan minim. Ia menegaskan posisi Rusia yang vital dalam pasar energi dunia serta memperingatkan, penurunan pasokan secara drastis bisa memicu kenaikan harga minyak dan merugikan negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat.
“Ini tentu saja upaya untuk menekan Rusia,” ucap Putin.
“Namun, tidak ada negara dan rakyat yang menghargai diri sendiri akan membuat keputusan di bawah tekanan,” tambahnya.
Menanggapi pernyataan Putin, Trump berujar dengan nada sinis,“Saya senang dia merasa begitu. Baiklah, kita lihat saja 6 bulan dari sekarang.”
Moskow merespons dengan tegas
Putin turut mengingatkan, jika Ukraina melakukan serangan jauh ke dalam wilayah Rusia dengan dukungan rudal jarak jauh dari negara-negara Barat, Moskow akan merespons dengan sangat tegas, bahkan bisa melampaui batas kewajaran.
Dalam pernyataannya yang menandai perubahan sikap terbaru, Trump mengumumkan pembatalan rencana pertemuan puncak dengan Putin karena dianggap tidak akan membawa hasil sesuai harapan.
“Kami membatalkan pertemuan dengan Presiden Putin, rasanya tidak tepat bagi saya,” ucap Trump di Gedung Putih.
“Kami tidak akan sampai ke titik yang harus dicapai. Jadi saya batalkan, tetapi mungkin akan dilakukan di masa depan,” sambungnya.
Kemungkinan Trump menunda pertemuan
Putin menanggapi pernyataan itu dengan menyebut Trump kemungkinan besar hanya menunda pertemuan, bukan membatalkannya secara permanen. Sebelumnya, keduanya telah bertemu di Alaska pada Agustus 2025.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memuji langkah sanksi Amerika Serikat sebagai “sangat penting”, tetapi menilai tekanan internasional masih perlu ditingkatkan agar Rusia bersedia menyetujui gencatan senjata.
Usai pertemuan puncak dengan Putin pada Agustus 2025, Trump sempat mencabut tuntutan gencatan senjata segera dan memilih mendukung negosiasi damai yang lebih komprehensif. Namun, belakangan ia kembali berpihak pada ide gencatan senjata segera—usulan yang diterima Ukraina tetapi ditolak oleh Moskow.
Gencatan senjata
Rusia menolak gagasan tersebut dengan alasan gencatan senjata hanya akan menjadi jeda sementara yang memberi kesempatan bagi Ukraina memperkuat persenjataannya kembali. Di sisi lain, pasukan Rusia mengklaim tengah berada dalam posisi unggul di medan pertempuran.
Secara terpisah, Uni Eropa (UE) memberlakukan paket sanksi ke-19 terhadap Rusia, melarang impor gas alam cair (LNG), serta menargetkan sejumlah perusahaan asal Tiongkok dan bank-bank di Asia Tengah. Sejak konflik pecah pada 2022, UE telah mengurangi ketergantungan energinya pada Rusia hingga 90 persen, namun data menunjukkan blok tersebut masih mengimpor energi Rusia senilai lebih dari 11 miliar euro sepanjang delapan bulan pertama 2025, dengan LNG sebagai porsi terbesar.
Pendapatan minyak dan gas Rusia kini turun sekitar 21 persen dibanding tahun sebelumnya, meski tetap menyumbang seperempat dari anggaran negara. Sebagian besar pendapatan itu berasal dari pajak produksi, bukan ekspor, sehingga efek langsung sanksi terhadap kas negara diperkirakan masih terbatas.
Ketegangan turut meningkat setelah Lituania—anggota NATO sekaligus Uni Eropa—melaporkan dua pesawat tempur Rusia melanggar wilayah udaranya pada Kamis (23/10/25). NATO menanggapi dengan protes resmi, sementara Moskow membantah tuduhan tersebut.
Sanksi baru Amerika Serikat terhadap sektor energi Rusia semakin memperburuk ketegangan geopolitik global. Meski Putin berupaya menampilkan keteguhan, tekanan ekonomi serta diplomatik dari Washington dan sekutunya makin mempersempit ruang gerak Moskow dalam perang yang kini memasuki tahun keempat. (P-Zamir)
No Comments