26.7 C
Jakarta
Saturday, November 9, 2024

    Perubahan Iklim, El Nino bertingkah makin ekstrem

    Terkait

    PRIORITAS, 14/4/2024 (Jakarta): Krisis iklim yang sedang memanaskan Bumi disebut memicu tingkah yang lebih ekstrem dari fenomena El Nino dan La Nina. Mulai dari bentuknya, perubahan frekuensi kemunculan dan kekuatannya. Dampaknya sudah sangat terasa.

    “Dampak dari perubahan iklim sendiri ada beberapa. Utamanya, durasi daripada peristiwa cuaca ekstrem itu lebih sering, contoh El Nino dan La Nina,” ungkap Guswanto dalam Forum Merdeka Barat 9, Senin (1/4).

    La Nina merupakan anomali iklim yang berpusat di Samudera Pasifik yang bisa menambah curah hujan di Indonesia. Hasilnya, banjir, hujan, longsor lebih banyak. Sebaliknya, El Nino, anomali yang berpusat di wilayah yang sama, memicu penurunan curah hujan dan kekeringan di RI.

    Dilansir CNN Indonesia, Ia mengingatkan krisis iklim ini membuat periode La Nina dan El Nino, yang pada dasarnya adalah anomali iklim, makin cepat dan intensitasnya makin kuat. “Periodenya semakin rapat. Kedua, intensitasnya atau dampaknya lebih besar di mana dulu biasanya banjir hanya 3 hari hilang, sekarang biasanya sampai seminggu bahkan 2 minggu,” tuturnya.

    Sebelum pemanasan global merajalela, Guswanto mengungkap periode kemunculannya antara 5 hingga 7 tahun sekali. Angkanya kemudian meningkat menjadi 3–5 tahun. “Dan sekarang hanya 2 sampai 1 tahun, bahkan,” lanjut dia.

    Guswanto mencontohkannya dengan peristiwa La Nina yang terjadi terus menerus pada 2020, 2021, 2022, yang disebut sebagai tripple Deep La Nina. Setahun setelah itu, muncul El Nino yang kini kondisinya masih moderat.

    Peneliti klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menyebut pemanasan global membuat El Nino lebih sering terjadi dibanding La Nina. “Pemanasan global membuat El Nino lebih frequent, lebih sering dibanding La Nina,” ujarnya, ditemui di kantor pusat BRIN, akhir Januari lalu.

    Namun demikian, efek krisis iklim ini memberi dampak berbeda terhadap El Nino dan La Nina. Erma menyebut pemanasan global membuat intensitas dan durasi El Nino tak sekuat dan sepanjang dahulu.

    “Sering, tapi intensitasnya, kekuatannya tidak selalu kuat banget, enggak Super El Nino di atas 2 [derajat Celsius] seperti 1982, 1997, 2015,” urai dia.

    Di bawah skenario pemanasan global, El Nino rata-rata terjadi sekitar 15 tahun sekali. Kini, jaraknya makin dekat, 7 hingga 8 tahun sekali. “Dua kali frekuensinya lebih cepat untuk kategori strong, di atas 1,5 [derajat C], padahal sebelumnya 15 tahun [sekali]. Tapi, enggak akan intenstiasnya di atas 2 [derajat C], super El Nino,” ucap Erma.

    “Durasi El Nino walau lebih frequent, enggak lama, [enggak] multiyears.” Hal ini dicontohkannya dalam El Nino pada 2023 yang tak memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) semasif periode El Nino sebelumnya.

    Sementara, Erma menyebut pemanasan global membuat La Nina lebih kuat meski kemunculannya tak sebanyak El Nino. “La Nina sebaliknya. Global warming membuatnya enggak sesering El Nino tapi lebih strong, ucap dia.”

    Kenapa fenomena ini terjadi? Erma menjawab bahwa ini adalah bagian dari mekanisme Bumi menyeimbangkan suhunya. “Laut cs menyeimbangkan biar enggak seekstrem [fenomena] 2015,” ujar dia.

    Rekor-rekor panas
    Guswanto mengatakan tahun 2023 memecahkan banyak rekor suhu imbas pemanasan global. Rekor sebelumnya adalah tahun 2016, yang sempat dinyatakan sebagai tahun terpanas dengan peningkatan suhu mencapai 1,2 derajat dibanding level pra-industri. “Dalam laporan terbaru tahun 2024 pemanasan global tertinggi itu sekitar 1,45 derajat di tahun 2023,” imbuh dia.

    Kenaikan suhu yang tampak sepele itu nyatanya berdampak signifikan buat Bumi. “Kalau melihat parameter peningkatan suhu dampaknya cukup banyak, seperti tidak ada lagi salju abadi di Puncak Jaya (Papua), sekarang kalau dilihat sudah berkurang dan hanya tinggal beberapa.”

    “Dalam 10 tahun ke depan kemungkinan salju juga bisa hilang karena pemanasan global yang terjadi secara perlahan-alahan apabila tidak dilakukan mitigasi ataupun adaptasi terhadap perubahan iklim,” urai Guswanto.

    Prediksi La Nina
    Erma pun memprediksi La Nina segera muncul menyusul pudarnya El Nino tahun ini. “Sesuai teori, El Nino kuat akan diikuti La Nina kuat. Tapi tidak terjadi sebaliknya,” ungkap dia.

    Pada Ikhtisar Cuaca Harian Minggu (31/3), Indeks NINO 3.4 masih bernilai +1,05, masih Moderat, belum turun jadi Netral, dan tidak berefek terhadap peningkatan curah hujan di Indonesia. Badan Kemaritiman dan Atmosfer AS (NOAA), dalam update-nya per 1 April, mengungkap kondisi El Nino saat ini “teramati.”

    Hal itu tampak dari laporan di beberapa area pengukuran El Nino. Pusatnya adalah Nino 3.4. Berikut rinciannya:
    + Nino 4: 0,8º C
    + Nino 3.4: 1,0º C
    + Nino 3: 0,9º C
    + Nino 1+2: -0,4º C

    Walau begitu, model-model iklim dunia menunjukkan El Nino mulai merealisasikan rencana ‘rehat’ mulai April. NOAA mengungkap transisi dari El Nino ke ENSO netral kemungkinan terjadi pada bulan April-Juni 2024 (peluangnya 83 persen), dengan kemungkinan terjadinya La Nima yang meningkat pada Juni-Agustus 2024 (62 persen).

    International Research Institute for climate prediction (IRI) juga menyatakan “mayoritas model menunjukkan El Nino akan bertahan hingga Maret-Mei 2024 dan kemudian bertransisi ke ENSO-netral pada bulan April-Juni.”

    Setelah periode singkat kondisi ENSO netral, sebagian besar model iklim menunjukkan transisi ke La Nina, yang biasanya memicu banyak hujan, sekitar Juli–September.

    Info El Nino
    El Nino adalah sebuah fenomena cuaca yang terjadi akibat peningkatan suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan Timur yang menjadi lebih hangat dari biasanya. Fenomena alami ini menyebabkan perubahan pola cuaca global, yang berdampak signifikan pada iklim di berbagai wilayah di dunia, termasuk di Indonesia.

    Penyebab El Nino dipicu oleh peningkatan suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan Timur. Perubahan suhu ini menyebabkan pergeseran angin dan arus laut, yang mengubah pola cuaca secara global.

    El Nino disebabkan oleh peningkatan suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan Timur. Fenomena ini terjadi secara alami dan berulang dalam jangka waktu tertentu. Berikut adalah mekanisme penyebab El Nino:

    Pemanasan suhu permukaan laut
    Biasanya, angin pasat berhembus dari timur ke barat di kawasan Samudra Pasifik. Angin ini mendorong air hangat ke arah barat sehingga menyebabkan permukaan air di wilayah barat Samudra Pasifik menjadi lebih hangat daripada di wilayah timur.

    Redaman bawah permukaan
    Dalam kondisi normal, lapisan air hangat di wilayah barat Pasifik tersebut didorong oleh angin pasat ke bawah permukaan laut. Akibatnya, lapisan air lebih hangat ini terperangkap di bawah permukaan laut yang lebih dingin di wilayah timur.

    Perubahan sirkulasi atmosfer
    Ketika El Nino mulai berkembang, angin pasat melemah atau bahkan berbalik arah, sehingga menyebabkan air hangat yang sebelumnya terperangkap di bawah permukaan laut di wilayah barat naik ke permukaan. Air hangat ini kemudian mengalir ke arah timur dan menyebabkan peningkatan suhu permukaan laut di wilayah Timur Pasifik.

    Perubahan pola cuaca global
    Peningkatan suhu permukaan laut di wilayah Timur Pasifik mempengaruhi pola cuaca global dengan mengubah distribusi panas di atmosfer. Dampaknya dapat dirasakan di seluruh dunia, termasuk peningkatan suhu, perubahan pola hujan, dan anomali cuaca lainnya. (P-*/wl

    - Advertisement -spot_img

    Viral

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -

    Terkini