PRIORITAS, 11/3/25 (Damaskus): Pemimpin baru Islamis Suriah, Ahmed al-Sharaa, bersumpah untuk mengambil tindakan setelah tentaranya membantai 1.068 warga sipil suku Alawi atau minorts Alawite.
“Saya akan membentuk komite independen untuk menyelidiki pembunuhan tersebut. Para pelaku akan dibawa ke pengadilan dan untuk mengungkapkan kebenaran kepada rakyat Suriah, sehingga semua orang tahu siapa yang bertanggungjawab”, kata Ahmed al-Sharaa di Damaskus, seperti dikutip Beritaprioritas.com dari The Independent, hari Selasa (11/3/25).
Pernyataan al-Sharaa ini dikemukakan, setelah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan berbagai negara dunia mengecam tindakan pasukan pemerintah al-Sharaa tersebut. Bahkan International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional sudah mendata kasus pembantaian ini.
“Kami akan meminta pertanggungjawaban, dengan penuh ketegasan, siapa pun yang terlibat dalam pertumpahan darah warga sipil, menganiaya warga sipil, melampaui kewenangan negara atau mengeksploitasi kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Tidak seorang pun akan kebal hukum,” tambah al-Sharaa.
Menurut Syrian Observatory for Human Rights atau tim pemantau Hak Asasi Manusia di Suriah, sampai hari Senin pasukan pemerintah Suriah yang setia pada al-Sharaa telah membantai 1.068 warga sipil dari komunitas minoritas Alawite sebagai bentuk balas dendam.
Sebelumnya pada hari Kamis (6/3/25) rekan mereka tewas akibat diserang tentara pemberontak dari suku Alawi yang setia kepada presiden terguling Bashar al-Assad di pos pemeriksaan di kota Jableh, Latakia. Bantuan pasukan pemerintah Suriah yang tiba, langsung menembak mati siapa saja warga suku Alawi yang mereka temui di jalan.
Mereka bahkan memasuki setiap rumah penduduk suku Alawi dan dan membunuh setiap penghuninya tanpa pandang bulu, baik perempuan maupun anak-anak.
Sudah 1500 orang tewas
Selama empat hari berturut-turut hingga Senin penembakan warga masih terjadi. Menurut tim pemantau, jumlah total orang yang tewas dalam bentrokan sejauh ini telah mencapai 1.500 orang, termasuk tentara pendukung Presiden Bashar Assad yang digulingkan dan pasukan pemerintah.
Sampai Selasa sore ini (11/3/25) ratusan warga sipil suku Alawi masih mengungsi di pangkalan militer Rusia di Suriah. Al-Akhbar, surat kabar Lebanon yang berafiliasi dengan Hizbullah melaporkan warga sipil suku Alawi Suriah telah mencari perlindungan di pangkalan militer Rusia di negara itu, karena takut akan serangan pasukan rezim baru.
“Pemerintah Rusia melakukan segala yang dapat dilakukukannya, dengan mendirikan tenda untuk pria di landasan pesawat udara, sementara wanita dan anak-anak tinggal di area tertutup. Diberikan makanan dan minum”, ungkap seorang wanita suku Alawi Suriah yang melarikan diri ke pangkalan tersebut.
Suku Alawi beraliran Syiah mencakup sekitar 9% dari warga Suriah, selama ini dituding sebagai pendukung setia Bashar al-Assad. Al-Assad telah digulingkan kelompok Ahmed al-Sharaa beraliran Sunni dan melarikan diri ke Rusia. Kini al-Sharaa telah menjadi presiden Suriah yang baru.
Sebelum menjadi presiden sementara Suriah, Al-Sharaa dikenal sebagai pemimpin milisi bersenjata Hayat Tahrir al-Sham yang berafiliasi dengan Al Qaeda dan Isis. Pada bulan Desember milisinya berhasil mengalahkan pasukan presiden Bashar al-Assad yang telah 50 tahun berkuasa di Suriah.
Bentrokan dan pembantaian di dekat kota pelabuhan Latakia, membuka kembali luka perang saudara selama 13 tahun di Suriah. Pada masa itu, sekitar 600.000 orang tewas dan memaksa lebih dari 12 juta warga mengungsi ke negara-negara tetangga.
PBB dan Amerika Serikat menyerukan agar kekerasan segera dihentikan dan mendesak Al-Sharaa untuk meminta para pelaku pembantaian terhadap komunitas minoritas Suriah bertanggung jawab. (P-Jeffry W)