PRIORITAS, 28/6/25 (Tokyo): Jepang akhirnya menggantung mati seorang pria, Takahiro Shiraishi (34 tahun), yang dijuluki ‘Pembunuh Twitter‘ yang memutilasi delapan perempuan muda dan satu pria di rumahnya. Ini merupakan vonis hukuman mati pertama sejak tiga tahun terakhir di Jepang.
Shiraishi juga dihukum karena melakukan pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap korban perempuan.
“Seorang pria yang dijuluki “ pembunuh Twitter” telah dieksekusi di Jepang, karena membunuh dan memutilasi sembilan orang di flatnya”, demikian rilis The Independent seperti dikutip Beritaprioritas, hari Sabtu (28/6/25).
Takahiro Shiraishi, digantung di Rumah Tahanan Tokyo, karena pembunuhan brutal yang terjadi pada tahun 2017 di apartemennya di barat daya Tokyo.
Hukuman mati bagi pria ini tertunda tujuh tahun akibat rangkaian proses hukum yang panjang.
Ketika berselancar di media sosial, lelaki pembunuh ini sering menggunakan nama samaran “algojo”.
Shiraishi mengundang sembilan korbannya yang sering tampil di media sosial Twitter (kini x), yang sebagian besar memiliki kecenderungan bunuh diri, ke rumahnya di Zama dengan menjanjikan akan membantu mereka mati.
Delapan perempuan, berusia antara 15 dan 26 tahun dan satu pria, ditemukan terpotong-potong di dalam kotak pendingin pada tahun 2017.
Mengaku membunuh
Dia membunuh delapan perempuan, setelah memperkosa mereka. Shiraishi juga membunuh pacar salahsatu perempuan untuk membungkamnya.
Ketika itu Takahiro Shiraishi masih berumur 27 tahun, mengaku telah membunuh dan memotong-motong korban sebelum menyimpan mereka di lemari pendingin di sebuah flat di barat daya Tokyo.
Tiga kotak pendingin dan lima kontainer ditemukan di kamar Shiraishi, berisi kepala dan tulang manusia yang dagingnya terkelupas, TV Asahi melaporkan pada saat itu, mengutip sumber kepolisian.
Shiraishi mengatakan kepada polisi, dia memotong-motong mayat di kamar mandinya, yang menurut deskripsi daring dari gedung apartemen tempat dia tinggal adalah “kamar mandi unit” yang disegel plastik.
Dia membuang beberapa bagian tubuh korban sebagai sampah, kantor berita Kyodo melaporkan dan para tetangga mencium bau “busuk” yang berasal dari rumahnya.
Hukuman mati pertama
Eksekusi terhadap Shiraishi merupakan penggunaan hukuman mati pertama di negara itu, dalam hampir tiga tahun terakhir ini.
Hukuman gantung dilaksanakan di tengah meningkatnya seruan untuk menghapusnya di Jepang sejak pembebasan terpidana mati terlama di dunia, Iwao Hakamada.
Dia dibebaskan setelah 56 tahun dijatuhi hukuman mati, menyusul persidangan ulang yang mengungkap polisi telah memalsukan bukti-bukti.
Hakamada dituduh sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan bosnya, istri, dan kedua anaknya pada tahun 1966.
Menyusul berita eksekusi tersebut, ayah dari salahsatu korban mengatakan kepada NHK, ia lebih suka melihat Shiraishi menghabiskan hidupnya merenungkan kejahatan, yang telah dilakukannya, daripada kehilangan nyawanya melalui hukuman mati.
Keresahan masyarakat
Menteri Kehakiman Jepang, Keisuke Suzuki, mengizinkan hukuman gantung Shiraishi.
Ia mengatakan membuat keputusan tersebut setelah pemeriksaan cermat, dengan mempertimbangkan motif “sangat egois” dari terpidana, atas kejahatan yang menyebabkan guncangan dan keresahan besar bagi masyarakat.
“Tidaklah tepat untuk menghapuskan hukuman mati, sementara kejahatan kekerasan ini masih terjadi,” tegas Suzuki.
Hukuman mati di Jepang dilaksanakan dengan cara digantung, dan tanggal eksekusi tidak diumumkan ke publik hingga setelah hukuman dilaksanakan.
Eksekusi dilakukan secara rahasia dengan sedikit atau tanpa peringatan, dan keluarga serta pengacara biasanya baru diberitahu setelah eksekusi dilakukan. (P-Jeffry W)