Mobil EV Chery J6. (Beritaprioritas/Zamir Ambia)PRIORITAS, 30/10/25 (Jakarta): Industri otomotif Indonesia menghadapi momen penting — apakah mobil listrik benar-benar akan menjadi pengerak masa depan, atau sekadar tren sementara. Perubahan mendasar nampak dari dorongan kebijakan hingga investasi besar dalam ekosistem kendaraan listrik.
Data dari PricewaterhouseCoopers (PwC) menunjukkan, pasar kendaraan listrik di Indonesia mulai berkembang secara nyata, dengan konsumen makin tertarik karena biaya operasional yang turun serta insentif dari pemerintah.
Sementara itu laporan dari Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama berbagai pihak menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar sebagai “hub EV” global, khususnya karena cadangan nikel dan dukungan kebijakan.
Namun, tantangan tetap tidak ringan. Infrastruktur pengisian daya masih terbatas. Menurut laporan, kendaraan listrik saat ini baru menyumbang sebagian kecil dari keseluruhan armada jalan raya di Indonesia.
Range anxiety
Masalah teknis seperti jarak tempuh (range anxiety), ketersediaan charger, serta nilai residu kendaraan listrik juga menjadi penghambat nyata dalam adopsi massal.
Dari sisi teknologi dan produksi, langkah-strategis sudah dibuat. Sebagai contoh, perusahaan besar melakukan investasi besar dalam pabrik baterai serta rantai pasok EV di Indonesia.
Hal ini menunjukkan, skenario jangka panjang untuk kendaraan listrik bukan sekadar wacana. Jika produksi dan ekosistem tumbuh secara terintegrasi, maka kendaraan listrik bisa lebih dari sekadar tren sementara.
Meski demikian, beberapa pemain industri mengingatkan, transisi tidak akan mulus atau cepat dalam semalam. Misalnya, ada sinyal permintaan untuk mobil listrik murni (“all-electric”) mengalami tekanan sehingga beberapa produsen fokus juga pada hibrida.
Artinya, walau masa depan EV tampak cerah, jalan menuju dominasi penuh masih penuh kondisi dan variabel yang harus terpenuhi.
Dari perspektif konsumen Indonesia, keuntungan utama adalah penghematan bahan bakar serta insentif fiskal. Laporan PwC menemukan, biaya operasional yang lebih rendah menjadi salah satu pendorong utama.
Namun dari sisi lingkungan, studi menunjukkan, jika listrik yang digunakan masih banyak berasal dari bahan bakar fosil, maka manfaat “bersih” dari kendaraan listrik bisa berkurang.
Kesimpulan
Jadi, apakah mobil listrik menjadi pengerak masa depan atau hanya musiman? Jawabannya: “kedua-nya” mobil listrik punya potensi besar menjadi pilar mobilitas masa depan di Indonesia, jika ekosistemnya dibangun dengan matang serta hambatan teknis dan ekonomi dikelola. Jika tidak, bisa jadi pertumbuhan hanya akan menjadi gelombang sementara tanpa transformasi jangka panjang.
Bagi konsumen yang mempertimbangkan membeli EV sekarang: penting memeriksa ketersediaan charger di area tinggal, estimasi biaya operasional, nilai residu kendaraan di pasar bekas, serta bagaimana kebijakan pemerintah lokal berlaku. Sementara bagi pembuat kebijakan dan pelaku industri, fokus utama harus pada infrastruktur, rantai suplai baterai, serta regulasi yang mendorong adopsi tanpa menimbulkan beban baru.
Dengan kondisi saat ini, Indonesia tampak berada di jalur untuk menjadikan mobil listrik sebagai pengerak utama masa depan mobilitasnya — asalkan momentum dan komitmen yang ada dikelola dengan baik. (P-*r/Zamir Ambia)
No Comments