PRIORITAS, 26/10/24 (Jakarta): Kurs mata uang rupiah terpantau merana di hadapan dolar Amerika Serikat sepanjang pekan ini. Begitu juga mata uang Asia yang seluruhnya terkapar melawan sang dolar AS.
Seperti dilansir dari Refinitiv pada pekan ini, rupiah ambles 1,13 persen secara point-to-point (ptp) di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Sementara pada perdagangan Jumat (25/10/24) kemarin, rupiah ditutup melemah 0,39 persen di level Rp15.635/US$.
Diketahui, pada pekan ini pula rupiah kembali menyentuh level psikologis Rp15.600/US$, di mana terakhir rupiah mendekati level psikologis ini yakni pada pertengahan Agustus lalu.
Ternyata bukan hanya rupiah saja, mata uang Asia juga tidak ada yang mampu melawan ganasnya dolar AS pada pekan ini. Hanya beberapa mata uang Asia yang koreksinya cukup kecil, yakni rupee India dan dolar Taiwan.
Indeks dolar AS perkasa
Dilaporkan, panasnya dolar AS dapat dibuktikan dengan indeksnya yang perkasa pada pekan ini, yakni menguat 0,74 persen ke posisi 104,26, dari sebelumnya pada perdagangan akhir pekan lalu di 103,49.
Disebutkan, perkasanya dolar AS terjadi karena pasar global masih khawatir dengan kondisi terutama ketegangan di Timur Tengah yang masih memanas hingga penurunan ekspektasi pasar terhadap kebijakan pemangkasan suku bunga acuan.
Lalu, pandangan investor terhadap kebijakan moneter Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga mempengaruhi pergerakan dolar.
Selain itu, harapan terhadap pemangkasan suku bunga yang agresif pada FOMC November telah berkurang, tercermin dari penurunan probabilitas pemangkasan 50 basis poin (bps) dari 58 persen pada akhir September menjadi 0 persen saat ini.
Kemudian sebaliknya, probabilitas pemangkasan yang lebih kecil, sebesar 25 bps, meningkat dari 42 persen menjadi 95 persen.
Ketidakpastian politik di AS jelang Pilpres
Dusebur Ekonom Ciptadana Sekuritas Asia, Renno Prawira, ketidakpastian politik di AS menjelang Pemilu presiden (Pilpres( 2024 juga memperkuat indeks dolar, dengan investor mulai memperhitungkan potensi kemenangan Donald Trump.
Sebagaimana terlihat pada Pilpres 2016, kemenangan Trump saat itu mendorong penguatan signifikan pada dolar AS. Indeks DXY naik dari 97 pada hari pemungutan suara (8/11/16) menjadi 102 pada akhir tahun tersebut.
Namun, pada Rabu (23/10/24) lalu, Wakil Presiden AS dari Partai Demokrat Kamala Harris unggul tipis 46 persen berbanding 43 persen atas mantan Presiden dari Partai Republik Donald Trump, menurut jajak pendapat Reuters.
Terkait Pilpres AS yang tinggal dua minggu lagi, mantan Presiden Donald Trump dan Wakil Presiden Kamala Harris terjebak dalam pertempuran sengit untuk memenangkan beberapa negara bagian lebih kompetitif.
Di bagian lain, ratusan penduduk Beirut meninggalkan rumah mereka saat Israel bersiap menyerang lokasi yang terkait dengan operasi keuangan Hizbullah, yang memperburuk kekhawatiran akan eskalasi konflik. (P-jr) — foto ilustrasi istimewa