Tonton Youtube BP

Makna dan hikmah ibadah kurban dalam konteks keagamaan dan sosial bagi insan Adhyaksa

Selvijn MJR
28 May 2025 09:53
5 minutes reading

Oleh: Rio Ferdinand*)

Ibadah kurban merupakan salah satu syiar penting dalam agama Islam yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah, bertepatan dengan Hari Raya Iduladha. Ibadah ini tidak hanya bermakna ritual semata, melainkan juga sarat dengan nilai-nilai spiritual, sosial, dan kemanusiaan yang dalam.

Lalu, bagi insan Adhyaksa, yang merupakan aparatur penegak hukum di bawah institusi Kejaksaan Republik Indonesia, ibadah kurban dapat dijadikan sebagai momentum untuk merefleksikan diri, memperkuat integritas, dan meneguhkan komitmen dalam menegakkan hukum yang berkeadilan dan berkeadaban.

Makna keagamaan ibadah kurban

‎Secara keagamaan, ibadah kurban adalah perwujudan dari ketaatan total kepada Allah SWT. Ibadah ini merujuk pada kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS, sebagai bentuk ujian keimanan.

Melansir dari tafsir Al-Mishbah oleh Quraish Shihab, kisah ini mengandung pesan mendalam tentang keikhlasan, pengorbanan, dan ketundukan total kepada kehendak Ilahi. Nabi Ibrahim AS, dengan penuh kepasrahan dan tanpa keraguan, melaksanakan perintah tersebut, yang kemudian digantikan oleh Allah dengan seekor domba sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang-Nya.

‎Menurut Prof Dr M Quraish Shihab, makna terdalam dari ibadah kurban bukanlah pada hewan yang disembelih, melainkan pada sikap spiritual seorang hamba yang rela mengorbankan hal-hal yang dicintainya demi mendekatkan diri kepada Allah. Ini sejatinya adalah bentuk nyata dari ketakwaan, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Hajj ayat 37: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamu-lah yang dapat mencapainya.”

Selanjutnya, mMengutip pendapat Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar, ibadah kurban juga menjadi bentuk syukur atas nikmat rezeki yang diberikan Allah kepada umat manusia. Ia menekankan bahwa kurban bukanlah sekadar menyembelih hewan, melainkan menyembelih sifat egoisme, keserakahan, dan kezaliman dalam diri. Dengan kata lain, ibadah kurban adalah sarana untuk membersihkan jiwa dan memperbaiki hubungan dengan Tuhan serta sesama manusia.

‎Hikmah sosial ibadah kurban

‎Selain bernilai spiritual, ibadah kurban juga mengandung hikmah sosial yang besar. Hewan kurban yang disembelih kemudian dibagikan kepada mereka yang membutuhkan, mencerminkan semangat kepedulian, solidaritas, dan keadilan sosial.

Menurut data dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), distribusi daging kurban setiap tahunnya mampu menjangkau jutaan masyarakat miskin di berbagai daerah, termasuk wilayah terpencil dan terdampak bencana.

‎Melansir dari hasil penelitian Pusat Kajian Strategis BAZNAS, ibadah kurban memiliki efek ekonomi yang signifikan, terutama bagi peternak lokal, pelaku usaha kecil, dan penyedia jasa transportasi serta penyembelihan. Momentum Iduladha menciptakan perputaran ekonomi rakyat yang berbasis pada prinsip keberkahan dan kebersamaan.

Sesuai pandangan sosiolog agama, Prof Dr Kuntowijoyo, ibadah kurban merupakan manifestasi nyata dari nilai keadilan distributif dalam Islam. Melalui kurban, terjadi pemerataan rezeki secara langsung, di mana golongan mampu menyisihkan sebagian hartanya dalam bentuk hewan ternak untuk dinikmati bersama oleh masyarakat yang kurang beruntung.

‎Relevansi ibadah kurban bagi insan Adhyaksa

Kini, bagi insan Adhyaksa, ibadah kurban dapat dijadikan sebagai momentum reflektif dalam menjalankan tugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Penegakan hukum bukanlah sekadar proses legal-formal, melainkan juga menyangkut nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan keadilan substantif.

Menurut Jaksa Agung RI dalam beberapa pidatonya, aparatur kejaksaan dituntut untuk memiliki integritas, empati, dan rasa keadilan sosial yang tinggi dalam setiap proses penanganan perkara.

Kemudian, mMengutip dari Buku Pedoman Etika Jaksa yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung RI, nilai-nilai utama yang harus dimiliki oleh seorang jaksa adalah kejujuran, keberanian, keadilan, dan pengabdian. Nilai-nilai ini sejatinya sejalan dengan pesan-pesan ibadah kurban, yang mengajarkan tentang pengorbanan kepentingan pribadi demi kebaikan yang lebih besar dan demi tegaknya nilai-nilai luhur kemanusiaan.

‎Melansir dari pernyataan Ketua Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), ibadah kurban juga bisa menjadi sarana penguatan solidaritas internal di lingkungan kejaksaan. Melalui kegiatan berkurban bersama, insan Adhyaksa dapat mempererat tali silaturahmi, menumbuhkan semangat gotong royong, dan membangun kultur organisasi yang inklusif serta humanis.

‎Di sisi lain, dalam konteks pelayanan publik, insan Adhyaksa dituntut untuk senantiasa hadir sebagai pelindung masyarakat, terutama mereka yang lemah dan terpinggirkan. Ibadah kurban menjadi pengingat bahwa keadilan bukanlah milik kelompok elit semata, tetapi harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu.

Mengutip pesan moral dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), “Keadilan harus dibawa turun ke bumi, bukan hanya dibicarakan di langit.”

‎Menjadikan kurban sebagai sarana peningkatan profesionalisme dan empati

‎Profesionalisme dalam penegakan hukum tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan teknis dan pemahaman regulasi, tetapi juga memerlukan kedewasaan spiritual dan empati sosial. Menurut pandangan psikolog sosial, empati dapat memperkuat kemampuan seseorang dalam memahami kondisi orang lain dan bertindak secara lebih bijak dalam situasi dilematis.

‎Ibadah kurban, dengan seluruh nilai simboliknya, mampu membentuk karakter empatik dalam diri insan Adhyaksa. Melalui kurban, seseorang belajar untuk merasakan penderitaan orang lain, menghargai kehidupan, dan menumbuhkan kepedulian yang tulus. Hal ini sangat relevan dalam konteks tugas kejaksaan yang bersentuhan langsung dengan nasib dan hak masyarakat pencari keadilan.

‎Melansir dari laporan tahunan Komisi Kejaksaan, salah satu keluhan masyarakat adalah kurangnya empati dalam pelayanan hukum. Oleh karena itu, penting bagi insan Adhyaksa untuk menjadikan momentum Iduladha sebagai waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi diri, memperkuat spiritualitas, dan menumbuhkan semangat pelayanan yang humanis dan berorientasi pada keadilan substantif.

‎Ibadah kurban bukan hanya sebatas kewajiban keagamaan yang bersifat ritualistik, melainkan juga merupakan wahana pendidikan moral, sosial, dan profesional bagi setiap insan, termasuk insan Adhyaksa. Dengan memahami makna dan hikmah kurban secara utuh, insan Adhyaksa dapat menjadikan nilai-nilainya sebagai inspirasi dalam membangun integritas, menegakkan keadilan, serta memperkuat empati dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum.

‎Melalui semangat kurban, insan Adhyaksa diharapkan mampu mengorbankan ego, kepentingan sesaat, dan kecenderungan penyalahgunaan wewenang demi mewujudkan sistem hukum yang adil, bermartabat, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan. Sebagaimana pesan dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Tidaklah beriman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” Semoga semangat Iduladha menjadi cahaya dalam setiap langkah pengabdian insan Adhyaksa kepada bangsa dan negara. ***

*) Penulis adalah mahasiswa aktif semester 4 dari program studi D3 Penerbitan (Jurnalistik), Politeknik Negeri Jakarta

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Video Viral

Terdaftar di Dewan Pers

x
x