PRIORITAS, 13/2/25 (Kairo): Usul pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak, termasuk organisasi internasional, negara-negara sahabat, serta aktivis hak asasi manusia.
Pasalnya, pemindahan paksa warga Palestina dianggap sebagai bentuk pembersihan etnis yang melanggar hukum internasional. Banyak pihak melihat ini sebagai upaya mengusir penduduk asli dari tanah mereka.
Selain itu, Konvensi Jenewa melarang pemindahan paksa penduduk sipil dari wilayah yang diduduki. Jika pemindahan dilakukan tanpa persetujuan atau dengan paksaan, hal ini dapat dianggap sebagai kejahatan perang.
Masalah lainnya, tidak ada jaminan ke mana warga Gaza akan dipindahkan dan apakah mereka akan mendapatkan hak-hak dasar. Negara-negara tetangga, seperti Mesir, juga menolak menerima pengungsi dalam jumlah besar karena alasan keamanan dan stabilitas.
Karena alasan-alasan ini, Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit menegaskan kembali penolakan organisasi tersebut terhadap rencana pemindahan warga Palestina dari tanah mereka.
Aboul Gheit juga memperingatkan bahwa tekanan dari Presiden AS Donald Trump bisa mendorong Timur Tengah ke dalam perselisihan yang parah, yang akan menyebabkan krisis global.
“Kami menolak rencana apa pun untuk memindahkan warga Palestina dari tanah mereka. Penyelesaian yang adil antara (Palestina dan Israel) harus dicapai,” kata Aboul Gheit dalam sesi yang diadakan di World Government Summit 2025 di Dubai, Rabu (12/2/25).
“Jika Trump terus menekan pihak Arab dan Palestina, ia akan mendorong Timur Tengah ke dalam siklus baru perselisihan yang parah,” katanya memperingatkan.
“Rencana untuk memindahkan warga Palestina akan menciptakan masalah global. Ini bukan hanya ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi oleh manusia, tetapi juga akan menjadi krisis internasional yang serius.”
Ketika menerima kunjungan Raja Yordania Abdullah II di Gedung Putih, Selasa, Trump mengatakan bahwa ia akan “mengambil alih” Gaza di bawah otoritas AS dan mengembangkannya dengan membangun hotel, gedung perkantoran, dan infrastruktur lainnya.
Aboul Gheit memperingatkan bahwa rencana Trump “akan menjadi preseden berbahaya bagi pembersihan etnis yang dapat ditiru di mana saja di dunia terhadap populasi lain.” Usulan Trump untuk ”mengusir” warga Palestina muncul di tengah gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang berlaku di Gaza mulai 19 Januari.
Perjanjian itu bertujuan menghentikan perang genosida Israel yang telah menewaskan lebih dari 48.200 korban dan menghancurkan daerah kantong Palestina itu. Israel telah mengubah Gaza menjadi penjara terbuka terbesar di dunia, mempertahankan blokade selama 18 tahun, dan memaksa hampir 2 juta dari 2,3 juta penduduknya mengungsi di tengah kekurangan makanan, air, dan obat-obatan. (P-bwl)