PRIORITAS, 13/6/24 (Jakarta): Kontroversi tentang salam semua agama masih saja berseliweran.
Dan kali ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengomentarinya, dengan menegaskan klaim yang menyatakan semua ucapan salam di agama apapun merupakan ibadah merupakan hal tidak tepat.
Gus Yahya mengklarifikasi mengenai salam “Namo Buddhaya” yang sering dianggap sebagai ibadah dalam Buddhisme.
Disebutnya, Buddhisme tidak mengenal konsep ibadah dalam pengertian teistik seperti dalam agama-agama lain.
Ia menekankan, meditasi ialah praktik utama dalam Buddhisme, bukan penyembahan kepada Siddhartha Gautama, yang hanya dianggap sebagai panutan.
“Jangan dikira orang Buddha menyembah Buddha, enggak. Buddha cuma pemikirannya dianggap panutan oleh para penganut Buddhisme. Jadi kalau dianggap mencampuradukkan ibadah, ibadah apa yang dicampur?” ujarnya.
Pentingnya perubahan pola pikir para ulama
Gus Yahya juga menyoroti pentingnya perubahan pola pikir di kalangan ulama dan pemikir Islam soal lintas agama.
Ia menilai, sebagian besar ahli fikih masih terpengaruh oleh pola pikir era Turki Utsmani dan belum sepenuhnya menginternalisasi konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Ke depan ini menjadi krusial lagi karena sekarang ini berbagai aktor yang sangat kuat bertarung melakukan mainstreaming dari gagasan-gagasan agar menjadi mindset dari masyarakat,” ungkapnya.
Gus Yahya mengajak semua pihak untuk berpikir jernih dan tidak terjebak dalam gagasan yang tidak jelas asal-usulnya, sehingga seolah-olah gagasan tersebut merupakan bagian dari fatwa agama.
“Gagasan-gagasan yang asal-usulnya tidak jelas seperti sekularisme dapat menjadi bagian dari strategi mainstreaming yang mempengaruhi tokoh agama dan ulama untuk memberikan persetujuan, sehingga seolah-olah gagasan tersebut merupakan bagian dari agama. Ini sejak lama, dan kita harus berpikir jernih dalam soal itu,” tutur Gus Yahya. (P-ANT/jr) — foto ilustrasi istimewa