PRIORITAS, 19/11/2024: Napas cepat pada anak bisa jadi adalah salah satu gejala infeksi pneumonia, peradangan atau infeksi pada paru-paru. Untuk itu orang tua harus mewaspadai gejala tersebut.
Dilansir dari Detik, menurut Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof dr Hartono Gunardi, SpA(K), cara untuk menghitung frekuensi napas anak sebagai indikator potensi pneumonia.
“Kalau mau menentukan pada bayi ada periodic breathing (nafas periodik), jadi kita harus hitung satu menit. Kurang dari dua bulan (frekuensi nafas) 60 kali per menit, kalau dua bulan sampai 12 bulan 50 kali per menit,” ujarnya di Jakarta Selatan, Senin (18/11).
“Satu tahun sampai lima tahun 40 kali per menit, di atas lima tahun 30 kali per menit,” lanjutnya.
Menurut Prof Hartono, mengukur frekuensi napas pada anak, terutama bayi di bawah dua tahun, perlu ketelitian karena sifat napas bayi yang bisa berfluktuasi.
Orang tua juga perlu memperhatikan apakah ada tarikan dinding dada yang tidak biasa, yang dapat menjadi tanda anak mengalami sesak napas.
Selain itu, gejala pneumonia lain yang biasanya muncul adalah demam dan batuk, terutama sudah disertai napas cepat.
Nutrisi yang baik
Prof Hartono menambahkan, pemberian nutrisi yang baik dan seimbang menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan orang tua.
Disarankan untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi dan memastikan asupan nutrisi yang mencakup karbohidrat, lemak, dan protein. “Kalau dulu ada istilahnya 4 sehat, 5 sempurna, jadi karbohidrat, lemak, protein. Enggak boleh karbohidrat melulu sama lemak, anaknya nggak boleh dikasih hanya karbohidrat saja, buah-buahan saja, kalau bayi harus seimbang ada protein zat pembangun,” tuturnya.
Orang tua juga disarankan untuk menjaga kebersihan diri, rajin mencuci tangan, menjaga kebersihan rumah, serta memastikan adanya ventilasi yang baik untuk menjaga bayi agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi. “Jangan sampai ada polusi di dalam rumah, seperti asap rokok,” pungkas Prof Hartono. (P-Rebecca WT)