PRIORITAS, 19/6/25 (Jakarta): Fenomena hipertensi kini tak lagi identik dengan usia tua. Data klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan lonjakan kasus tekanan darah tinggi pada remaja, bahkan anak usia 10 tahun.
“Mendorong perubahan gaya hidup seperti peningkatan aktivitas fisik dan penyesuaian pola makan sangat penting,” kata dr. Sally Aman Nasution, Sp.PD-KKV dari RSCM, Kamis (19/6/25).
Lonjakan kasus itu berkaitan erat dengan pola makan tinggi garam, kebiasaan duduk terlalu lama, serta minimnya aktivitas fisik. Dokter Sally mengamati, perubahan lingkungan sosial dan digital mempercepat risiko hipertensi di usia muda.
Lebih lanjut, ia menegaskan tekanan darah tinggi yang muncul sejak remaja dapat memicu komplikasi serius. Kerusakan organ vital seperti ginjal, jantung, dan pembuluh darah terjadi tanpa gejala awal yang jelas.
“Intervensi dini diperlukan agar tidak menjadi hipertensi kronik dan menyebabkan kerusakan lapisan pembuluh darah yang terjadi kronik dapat berujung menjadi komplikasi stroke atau serangan jantung,” ujar Sally, seperti dikutip Antara.
Sekolah jadi garda depan
Menurut dia, sekolah harus menjadi garda depan dalam deteksi dini. Pemeriksaan tekanan darah secara berkala di lingkungan pendidikan mampu mengidentifikasi potensi gangguan sejak dini dan mencegah kerusakan jangka panjang.
Langkah ini juga sejalan dengan upaya meningkatkan literasi kesehatan di kalangan pelajar. Sally menyebut penyuluhan tentang gaya hidup sehat seharusnya masuk dalam kurikulum kesehatan dasar.
“Sekolah bisa mengadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mendeteksi dini munculnya gangguan kesehatan pada siswa,” ujarnya menekankan.
Selain itu, ia merekomendasikan pembatasan penggunaan gawai di kalangan anak dan remaja. Aktivitas pasif berjam-jam memperburuk metabolisme dan meningkatkan risiko obesitas, salah satu pemicu utama hipertensi.
Dokter Sally menjelaskan, mayoritas pasien muda yang ia tangani memiliki pola hidup serupa. Pola makan tinggi garam, kurang tidur, dan stres akademik menjadi kombinasi berbahaya yang mempercepat kerusakan pembuluh darah.
Lebih jauh, ia mencatat hipertensi kronik pada remaja meningkatkan risiko gagal ginjal hingga 1,8 kali lipat dibanding populasi normal. Risiko stroke dan serangan jantung juga meningkat drastis bila tidak ditangani secara sistemik.
Tekanan darah remaja melonjak
Pola peningkatan itu juga terlihat dalam laporan tahunan klinik jantung RSCM. Dalam lima tahun terakhir, jumlah pasien berusia 10–19 tahun dengan diagnosis hipertensi meningkat dua kali lipat.
Meski angka ini belum menjadi perhatian nasional, Sally mendorong pemerintah dan lembaga pendidikan menyusun strategi terpadu. Menurutnya, pencegahan tidak cukup hanya dengan kampanye umum—pendekatan harus menyasar kebiasaan remaja sehari-hari.
Ia menekankan, kerja sama lintas sektor, termasuk dinas kesehatan dan pendidikan, menjadi kunci untuk menekan tren ini. Penerapan modul edukasi serta pengawasan rutin kesehatan pelajar perlu dijadikan standar nasional. (P-Khalied Malvino)