PRIORITAS, 15/5/24 (Washington): Ada laporan, pihak Gedung Putih memiliki informasi sensitif terkait keberadaan para pemimpin Hamas yang disembunyikan kepada Israel.
Namun pihak Gedung Putih pada Senin (13/5/24) waktu AS, dengan tegas membantah laporan dua media, Times of Israel dan Washington Post, ihwal mereka memiliki informasi sensitif mengenai Hamas, tetapi disembunyikan dari Israel tersebut
Disebutkan dalam laporan itu, informasi dari intelijen AS ini mengenai keberadaan para pemimpin milisi Hamas. Namun Washington dilaporkan dua media itu menjadikan informasi ini sebagai alat tawar ke Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.
Gedung Putih siap memberikan informasi tersebut jika Netanyahu memutuskan tidak menyerang Kota Rafah di Gaza selatan.
Diketahui, Presiden AS Joe Biden dalam beberapa hari terakhi telah memperingatkan Israel agar tidak memasuki wilayah kota Gaza selatan tersebut. Ia bahkan mengancam akan menghentikan pengiriman amunisi ke Israel jika invasi ke Rafah dimulai.
Tempat persembunyian pemimpin Hamas
Empat orang yang mengetahui situasi tersebut mengatakan kepada Washington Post, Pemerintah AS telah menawarkan informasi mengenai terowongan Hamas dan tempat persembunyian para pemimpinnya jika Israel mau menarik diri.
Dalam pernyataannya kepada Fox News Digital, juru bicara Dewan Keamanan Nasional mengatakan, AS terus membantu IDF (Pasukan Pertahanan Israel) menargetkan pimpinan Hamas. “Pekerjaan ini berlanjut secara berkelanjutan. Kami tidak menahan apa pun,” kata pejabat itu.
“Kami yakin Ketua Hamas Yahya Sinwar harus bertanggung jawab atas serangan 7 Oktober itu,” ujarnya.
Mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional Presiden Donald Trump, Victoria Coates, mengatakan kepada Fox News Digital pada Senin malam, pembagian informasi intelijen merupakan fondasi kemitraan keamanan AS dengan Israel.
“Ini unik, jika salah satu mitra tidak memenuhi kewajibannya, maka semuanya akan dipertanyakan,” kata Coates.
“Jadi, jika pemerintah mempunyai informasi mengenai pemimpin Hamas, yang masih menahan delapan warga Amerika, lima masih hidup dan tiga tewas di Gaza, dan tidak membagikan informasi tersebut kepada Israel dan belum membagikannya kepada Israel, maka hal ini sangat meresahkan,” ujarnya.
Coates, yang kini menjabat wakil presiden lembaga keamanan nasional dan kebijakan luar negeri Heritage Foundation mengatakan, jika benar, laporan tersebut menggambarkan pemerintahan Biden sedang memainkan permainan politik untuk kelangsungan hidup negara Yahudi.
Kepentingan Pemilu
Ketika ditanya tentang tuduhan pemerintahan Biden telah memainkan politik dalam isu Israel, Coates mengindikasikan kebutuhan Biden untuk memenangkan suara kaum muda, yang ia gambarkan lebih berpihak pada Palestina dibandingkan kelompok usia AS lainnya.
“Jadi mereka tahu bahwa mereka membutuhkan kelompok berusia 18 hingga 24 tahun. Dan apa yang terungkap selama enam bulan terakhir adalah kelompok tersebut sangat pro-Palestina, atau bahkan secara terang-terangan. pro Hamas,” katanya seperti dikutip BeritaSatu.com.
“Jadi menurut saya demografi itulah yang menjadi target mereka,” ungkapnya.
Ric Grenell, yang menjabat sebagai kepala intelijen Trump dan duta besar untuk Jerman, menyebut perilaku presiden tersebut sebagai sebuah pelanggara,
“Mari kita perjelas, Joe Biden menggunakan intelijen AS sebagai senjata untuk pertama-tama meminta bantuan dari Israel untuk memenangi perolehan suara di Michigan. Padahal dia harus memberikan setiap informasi yang kita miliki untuk membawa pulang sandera Amerika yang ditahan oleh Hamas,” kata Grenell. di X.
Dalam wawancara dengan CBS News pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan, Pemerintah AS memiliki tujuan yang sama dengan Israel. “Kami ingin memastikan bahwa Hamas tidak dapat memerintah Gaza lagi,” kata Antony Blinken. (P-BS/jr) foto ilustrasi istimewa